Follow This Blog

Desain Rumah Bambu

Bambu adalah bahan bangunan yang dapat diperbaharui dan banyak tersedia di Indonesia. Dari sekitar 1.250 jenis bambu di dunia, 140 jenis atau 11% nya adalah spesies asli Indonesia. di Indonesia sudah lama memanfaatkan bambu untuk bangunan rumah, perabotan, alat pertanian, kerajinan, alat musik, dan makanan. Namun, bambu belum menjadi prioritas pengembangan dan masih dilihat sebagai "bahan milik kaum miskin yang cepat rusak"..

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

dunia ini bagai selembar kertas putih, memerlukan warna-warni yang indah.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 30 Maret 2010

Rumah Adat Betang, Kalimantan Tengah


Pada masa lalu, kehidupan suku-suku Dayak yang berdiam di pedalaman Kalimantan itu hidup secara berkelompok-kelompok. Di mana kehidupan yang mereka jalani pasti dilalui bersama, hal itu terwujud dalam sebuah karya yaitu, Huma Betang (Rumah Betang).

Betang memiliki keunikan tersendiri dapat diamati dari bentuknya yang memanjang serta terdapat hanya terdapat sebuah tangga dan pintu masuk ke dalam Betang. Tangga sebagai alat penghubung pada Betang dinamakan hejot. Betang yang dibangun tinggi dari permukaan tanah dimaksudkan untuk menghindari hal-hal yang meresahkan para penghuni Betang, seperti menghindari musuh yang dapat datang tiba-tiba, binatang buas, ataupun banjir yang terkadang melanda Betang. Hampir semua Betang dapat ditemui di pinggiran sungai-sungai besar yang ada di Kalimantan.

Betang dibangun biasanya berukuran besar, panjangnya dapat mencapai 30-150 meter serta lebarnya dapat mencapai sekitar 10-30 meter, memiliki tiang yang tingginya sekitar 3-5 meter. Betang di bangun menggunakan bahan kayu yang berkualitas tinggi, yaitu kayu ulin (Eusideroxylon zwageri T et B), selain memiliki kekuatan yang bisa berdiri sampai dengan ratusan tahun serta anti rayap.

Betang biasanya dihuni oleh 100-150 jiwa di dalamnya, sudah dapat dipastikan suasana yang ada di dalamnya. Betang dapat dikatakan sebagai rumah suku, karena selain di dalamnya terdapat satu keluarga besar yang menjadi penghuninya dan dipimpin pula oleh seorang Pambakas Lewu. Di dalam betang terbagi menjadi beberapa ruangan yang dihuni oleh setiap keluarga.

Pada halaman depan Betang biasanya terdapat balai sebagai tempat menerima tamu maupun sebagai tempat pertemuan adat. Pada halaman depan Betang selain terdapat balai juga dapat dijumpai sapundu. Sapundu merupakan sebuah patung atau totem yang pada umumnya berbentuk manusia yang memiliki ukiran-ukiran yang khas. Sapundu memiliki fungsi sebagai tempat untuk mengikatkan binatang-binatang yang akan dikorbankan untuk prosesi upacara adat. Terkadang terdapat juga patahu di halaman Betang yang berfungsi sebagai rumah pemujaan.

Pada bagian belakang dari Betang dapat ditemukan sebuah balai yang berukuran kecil yang dinamakan tukau yang digunakan sebagai gudang untuk menyimpan alat-alat pertanian, seperti lisung atau halu. Pada Betang juga terdapat sebuah tempat yang dijadikan sebagai tempat penyimpanan senjata, tempat itu biasa disebut bawong. Pada bagian depan atau bagian belakang Betang biasanya terdapat pula sandung. Sandung adalah sebuah tempat penyimpanan tulang-tulang keluarga yang sudah meninggal serta telah melewati proses upacara tiwah.

Salah satu kebiasaan suku Dayak adalah memelihara hewan, seperti anjing, burung, kucing, babi, atau sapi. Selain karena ingin merawat anjing, suku Dayak juga sangat membutuhkan peran anjing sebagai 'teman' yang setia pada saat berburu di hutan belanntara. Pada zaman yang telah lalu suku Dayak tidak pernah mau memakan daging anjing, karena suku Dayak sudah menganggap anjing sebagai pendamping setia yang selalu menemani khususnya ketika berada di hutan. Karena sudah menganggap anjing sebagai bagian dari suku Dayak, anjing juga diberi nama layaknya manusia.

Sangat patut disayangkan seiring dengan modernisasi bangunan-bangunan masa sekarang, Betang kini hampir di ujung kepunahan, padahal Betang merupakan salah satu bentuk semangat serta perwujudan dari sebuah kebersamaan suku Dayak. Mungkin nanti Betang akan benar-benar punah tetapi merupakan tanggung jawab kita kepada leluhur untuk tetap mempertahankan semangat Huma Betang. Patut kita sadari di dalam diri ini pasti terdapat rasa untuk tetap memperjuangkan kebudayaan dari leluhur.

Hardscape




Selain rumput dan pepohonan di halaman rumah Anda tentu juga ada teras, carport, jalan setapak menuju bangunan, atau kolam. Bagian-bagian tersebut dalam penataan lansekap disebut hardscape. Elemen hardscape seringkali lebih bersifat fungsional, seperti misalnya carport untuk memarkir kendaraan, jalan setapak untuk menghubungkan gerbang dengan bangunan dan jalur sirkulasi perawatan taman, atau teras dan patio sebagai ruang penerimaan dan berkumpul.

Walaupun bersifat fungsional, bukan berarti hardscape tidak dapat dibuat indah, bahkan hardscape sebenarnya merupakan bagian dari penataan lansekap dan harus dirancang menjadi satu kesatuan dengan elemen tumbuh-tumbuhan. Salah satu cara mengolah dan mengintegrasikan hardscape ke dalam penataan lansekap adalah dengan memilih bahan yang sesuai dengan konsep taman Anda. Beberapa yang dapat digunakan untuk hardscape adalah:

1. Beton

Beton cocok untuk semua gaya lansekap. Selain kuat dan tahan lama, beton juga fleksibel dapat dibuat menjadi berbagai bentuk dan digunakan untuk carport, teras, pijakan setapak, ataupun patio. Beton dapat dibeli dalam bentuk panel-panel dalam berbagai macam ukuran, ataupun dibuat langsung di halaman Anda. Beton juga dapat dikombinasikan dengan kerikil atau batu-batu alam kecil untuk menciptakan tekstur yang berbeda.

2. Keramik

Keramik yang digunakan untuk taman adalah kramik khusus outdoor yang permukaannya tidak berglasur. Seperti halnya beton, keramik juga cocok untuk hampir semua elemen hardscape. Keramik dapat disusun untuk membentuk berbagai macam pola lantai pada taman Anda, atau dikombinaskan dengan beton ataupun bebatuan.

3. Batu Alam

Batu alam lebih sering digunakan sebagai jalan setapak. Batu-batu alam besar dapat disusun seperti pijakan kaki membentuk pola tertentu di bidang berumput sebagai petunjuk arah langkah. Karena batu alam dijual dalam bentuk tidak beraturan, maka pilihlan ukuran dan bentuk alam yang Anda inginkan, juga potong dan rapikan dahulu sebelum dipasang.

4. Dak kayu

Kehadiran dak kayu di halaman dapat menimbulkan kesan yang lebih lembut dan hangat daripada beton ataupun keramik. Dak kayu biasanya digunakan untuk patio dan pool deck sebagai tempat untuk bersantai dan berkumpul.

Elemen hardscape juga dapat diperlembut dengan penambahan tanaman dalam pot, atau dengan pemasangan kanopi atau pergola. Apapun bahan hardscape yang dipilih pastikan bahan tersebut tidak licin agar tidak menggangu aktivitas di atasnya.

Dirangkum dan dikembangkan dari:

-Seri Rumah Ide: Simple Garden

-IDEA Inspirasi Desain: 37 gaya unik & cantik ruang luar

Pagar : Pembatas dan pelindung nan asri


Fungsi pagar yang paling utama adalah untuk membatasi dan melindungi daerah lahan yang menjadi properti Anda. Karena fungsinya yang melindungi, seringkali pagar dibangun sangat tinggi dan tebal membentengi properti, bahkan sengaja dibuat untuk menciptakan kesan keras, kaku, dan memusuhi lingkungannya. Padahal idealnya tinggi dan tebal pagar dirancang proporsional, sebanding dengan panjang dan lebar lahan, tinggi bangunan, dan jarak pagar ke bangunan.

Tidak dapat dipungkiri, di beberapa daerah di Indonesia jenis pagar yang tinggi dan membentengi masih menjadi pilihan yang tidak dapat dihindari karena faktor keamanan. Namun sekarang sudah banyak juga daerah yang bisa mengakomodasi pagar rendah dengan keberadaan portal, sistem one gate entry and out, ataupun pos satpam. Bahkan sekarang di perumahan tertentu ada peraturan yang mewajibkan penghuninya untuk menggunakan pagar yang rendah atau tanpa pagar untuk membuka kontak visual ke bangunan dan menciptakan kesan lapang.

Untuk menjaga kesatuan desain pagar dengan desain bangunan, pemilihan bahan pagar juga harus disesuaikan dengan bentuk dan bahan fasade bangunan. Pemilihan bahan pagar yang tepat selain mempengaruhi bentuk pagar juga dapat “mengoreksi” proporsi pagar, menciptakan kesan lebih pendek atau lebih tinggi, juga mengatur kontak visual ke bangunan dan lingkungan sekitarnya. Beberapa jenis bahan pagar yang umum digunakan adalah:

1. Logam

Pagar dari berbagai jenis logam seperti stainless steel, besi tempa, atau baja banyak digunakan karena selain kuat, bahan ini juga mudah dibentuk dan diberi finishing mengikuti gaya arsitektur bangunan. Pagar logam dapat berbentuk jalusi untuk memberi kontak visual, masif untuk memberi kesan kokoh, ataupun lembaran-lembaran berlubang untuk kesan minimalis.

2. Kayu

Pagar kayu dapat dipakai untuk menciptakan kesan hangat dan ramah. Pagar kayu dapat dibuat dalam bentuk lembaran papan, jalusi, atau bahkan lingkaran sesuai dengan bentuk penampangnya dan semuanya dapat disusun dalam berbagai macam konfigurasi vertikal, horizontal, ataupun seperti mozaic. Karena pagar adalah bagian rumah yang banyak terekspos cuaca, maka bahan kayu yang dipakai untuk pagar pun harus kayu yang kuat seperti kayu jati, atau kayu merbau dan diberi perawatan anti rayap.

3. Beton

Pagar beton sangat kokoh dan awet, kesan yang ditimbulkannya pun solid dan tertutup sehingga lebih cocok digunakan pada bangunan berhalaman luas agak tidak berkesan sumpek. Untuk memperlembut tampilannya, pagar beton dapat diberi finishing susunan bebatuan alam seperti batu apung, atau batu candi, juga sentuhan tanaman untuk menambah kesan organik.

4. Bambu

Untuk kesan vernakular atau tradisional, bambu dapat digunakan sebagai bahan pagar, baik sebagai material utama ataupun sekadar aksen. Batang bambu dapat digunakan secara utuh atau dipotong menjadi bilah-bilah bambu untuk membentuk bidang pagar. Untuk menjaga kekuatannya gunakan teknik sambungan yang benar dan hindari penggunaan paku untuk mencegah kerusakan serat bambu.

5. Tanaman

Pagar tanaman dapat dibentuk masif dan tebal menyerupai pagar tembok dari deretan semak untuk melindungi halaman Anda ataupun lembut dan mengalir dengan deretan tanaman pandan-pandanan ataupun bunga-bungaan untuk sekadar memberikan batasan wilayah.

Untuk sentuhan akhir yang lebih manis atau bahkan dramatis, berbagai aksesoris seperti lampu, kotak surat, ataupun nomor rumah dapat dipakai untuk melengkapi tampilan pagar Anda.

Dirangkum dan dikembangkan dari:

- seri rumah ide: pagar

Minggu, 28 Maret 2010

Atap Arsitektur Dayak

Evolusi atap bangunan rumah terus terjadidi Kalimantan tengah.Kondisi ini mudah dilihat.Begitu mendarat di bandara Tjilik Riwut,Palangkaraya,ibu kota provinsi ini,akan terlihat setidaknya tiga jenis atap pada bangunan-bangunan bandara.

Atap di bangunan eks ruang VIP bandara hingga sekarang masih berupa ulin atau lazim disebut sirap,warnanya coklat.Bangunan renovasi yang menaungi ruang kedatangan,ruang tunggu dan keberangkatan sudah memakai atap metal warna merah menyala dengan bentuk genteng Jawa.
Adapun ruang VIP baru yang selesai dibangun tahun ini beratap warna coklat kehitaman terbuat dari metal,berbentuk mirip ketupat.Kompleks bandara seolah menjadi diorama besar yang menggambarkan perjalanan evolusi atap di bumi Tambun Bungai,Kalteng.
Tentu saja ragam atap tidak saja ditemui di kompleks bandara,tetapi tersebar pula di seluruh penjuru kota Palangkaraya,Ada bangunan yang masih setia menggunakan sirap.Kini semakin banyak pula yang memilih alternatif jenis atap lainnya.
Tokoh masyarakat dayak yang turut berperan dalam pendirian Provinsi Kalteng,Sabran Ahmad,selasa (6/11) di Palangkaraya,menuturkan,masyarakat di pedalaman pada masa lalu menggunakan atap dari kulit kayu,selain daun rumbia atau nipah.
Begitu tahu cara mengolah kayu ulih menjadi atap,mereka mulai memakai sirap sebagai pelindung rumah dari guyuran hujan dan empasan sinar matahari.Jadilah sirap sebagai penanda rumah khas dayak.
"Pada awal kota Palangkaraya dibangun sekitar tahun 1957,gedung perkantoran umumnya menggunakan atap sirap.Adapun rumah warga beratap daun nipah atau rumbika.Seng bergelombang pun pelan-pelan mulai di pakai sebagai atap,"kata Sabran.
Tahun terus berganti.Dekade 70-an pun datang sembari datang mengusung mode genteng tanah yang datang dari Jawa..Sekitar lima tahun terakhir kata Sabran,datanglah produk genteng berbahan metal terutamadidominasi warna merah,biru,dan hijau.Warna yang disebut terakhir tergolong sedikit di palangkaraya dibandingkan dengan dua warna lainnya.
Terlepas darai sifat keterbukaan masyarakat Dayak menerima pengaruh dari luar,Sabran menengarai perubahan jenis atap di Kalteng kini juga dipengaruhi kesulitan mendapapatkan kayu ulin yang saat ini terbilang langka.Padahal,kayu ulin dalah bahan sirap yang kemudian mengejawantah menjadi ikon atap bangunan khas dayak.
"Saya rasa evolusi atap ini berjalan dengan sendirinya,tidak ada perencanaan," kata Sabran.Ulin langka,produk atap metal bermunculan.Alhasil,proses perubahan atap pada bangunan kantor atau pemukiman warga Kalteng ini pun terjadi.
Merinci keunggulan atap ulin,Sabran menuturkan,sirap mampu bertahan antara 30 hingga 60 tahun,bahkan apabila bangunan menggunakan sangkuak (bilah atap dari papan ulin dengan panjang sekitar 70-an sentimeter dan lebar 20-an sentimeter,dengan tebal hampir satu sentimeter.
Pada Mei lalu kompas menyaksikan atap sirap di sebuah rumah betang atau rumah panjang bertiang tinggi khas dayak di Tumbang malahoi,Kecamatan Rungan,Kabupaten Gunung Mas,yang menurut perkiraan arkeolog dibangun sekitar tahun 1869.
Mengacu pada Undang-undang bangunan dan gedung tahun 2002,ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Tekhnik Universitas Palangkaraya Wijanarka menyatakan pentingnya mempertahankan karakterlokal,termasuk dalam hal atap.Ini logis karena atap adalah bagian dari rumah yang berada di luar sehingga mudah terlihat dalam membawakan karakter bangunan.
Ia mencontohkan bangunan Kantor Dinas Kehutanan Kaltengyang telah berubah jenis atapnya dari ulin berwarna kecoklatan menjadi atap metal berwarna merah menyala.Bentuk atapnya pun tidak lagi memanjang dan berujung runcing,seperti halnya sirap ulin,tetapi persis genteng dari jawa."ini yang kemudian memunculkan kesan arsitektur lokal,tetapi rasa jawa," kata Wijarnaka.
Menurut Wjarnaka konsep minimalis dan post modern tak pelak memmang ikut mengakibatkan pudarnya kesan lokal arsitektur bangunan setempat.Pembangunan gedung pun,apalagi yang dibiayai proyek,harus mempertimbangkan efisiensi biaya.
Namun dia berpandangan,alasan efisiensi biaya atau kelangkaan ulin dapat diatasai apabila baik arsitek maupun perencana bangunan pintar-pintar memilih bahan pengganti yang tidak menghilangkan karakter lokal.Misalnya,kalaupun menggunakan genteng metal,pilihlah gentengnya yang mirip sirap.Warnanya juga sebaiknya gelap seperti sirap,jangan yang menyala.
Pemilihan atap ulin merupakan bentuk kearifan lokal masyarakat dayak yang mampu menciptakan kesejukan di dalam ruangan."atap metal ynag menaikkan suhu di dalam ruang sebenarnya juga lebih cocok di pakai di daerah berhawa dingin,bukan di daerah yang panas seperti disini" ujar Wijarnaka.
Upaya melestarikan karakter arsitektur lokal dayak dapat di mulai dari gedung-gedung milik negara,misal kantor-kantor dinas dan instansi pemerintah.
Sebagai ilustrasi,saat ini gedung di kantor Gubernur kalteng pun sedang direnovasi.Selasa siang,sebuah truk ekspedisidatang dari banjarmasin,kalimantan selatan yang membawa atap asbes.
Atap asbes itu berbentuk bujur sangkar dengan ukuran sekitar 18 x 18 sentimeter.Salah satu dari bujur sangkar tadi di gores menjadi 3 sehingga ujungnya saling berpisah,tetapi pangkalnya masih menyatu di sisi lain asbes.Ketiganya berujung runcing sehingga mirip tiga bilah sirap ulin yang berjajar.
Meski bukan berbahan ulin,pemilihan atap asbes berbentuk sirap itu boleh juga karena sepintas -apalagi kalau dari jauh-masih ada kesan sirap yang khas dari Kalimantan.lewat pemilihan atap akan terjaga karakter lokal suatu bangunan.
(C ANTO SAPTOWALYONO )

Menggagas Rumah Kayu "Tahan" Api




Senin, 28 April 2008 | 02:18 WIB

C Anto Saptowalyono

Rumah panggung banyak ditemukan di Kalimantan Tengah. Di Palangkaraya, jenis rumah ini mudah dijumpai di kawasan rawa, terutama di tepian jalur Sungai Kahayan. Namun, rumah berdinding dan berlantai kayu ini ternyata rawan kebakaran.

Kebakaran yang menghanguskan dua barak berisi delapan pintu rumah sewaan dan satu rumah di Flamboyan Bawah, Kelurahan Langkai, Kecamatan Pahandut, Palangkaraya, Kalimantan Tengah (Kalteng), Selasa (8/4) pagi, menjadi salah satu bukti bahwa rumah kayu mudah terbakar.

Kepala Kepolisian Resor Palangkaraya Ajun Komisaris Besar Andi Fairan menuturkan, dugaan sementara penyebab kebakaran yang mengakibatkan 52 jiwa harus mengungsi ke rumah kerabat ini akibat ledakan kompor minyak tanah. ”Untuk mengetahui asal api, kami minta bantuan tim Laboratorium Forensik Surabaya,” kata Andi.

Ternyata, kawasan Flamboyan Bawah pernah mengalami kebakaran besar tahun 1998. ”Saat itu di sini sangat padat, ada 1.071 keluarga. Rumah berdempetan sehingga api ganas merambat,” kata Ketua RT 05 Sofian Sandung. Kejadian itu menjadi pengalaman berharga untuk mencegah kebakaran berulang.

Langkah yang diambil ialah menata kawasan Flamboyan Bawah sehingga rumah tidak lagi berdempetan. Jumlah warga yang boleh tinggal di situ pun dibatasi, hanya 653 keluarga. ”Warga selebihnya dipindah ke kawasan permukiman bilangan Jalan G Obos,” kata Sofian, Ketua Tim Penataan Kawasan Flamboyan Bawah.

Permukiman rumah panggung itu pun berubah. Rumah- rumah terpisah dalam beberapa petak yang dibatasi ruang kosong dan titian ulin. Titian ulin adalah jalan layang mini selebar dua hingga empat meter, terbuat dari jajaran kayu ulin, dibangun sekitar tiga meter di atas permukaan air rawa. Titian ini menghubungkan satu rumah panggung dengan rumah panggung lainnya.

Penataan agar rumah warga tidak saling berjejalan ini terbukti mampu mencegah berulangnya kebakaran massal di Flamboyan Bawah. Ketika terjadi kebakaran Selasa pagi lalu, nyala api dapat dilokalisasi ”hanya” pada dua barak dan satu rumah, dan tidak merambat. Tetapi, rumah kayu tetaplah rumah yang rawan terbakar.

Padahal, di Palangkaraya ada beberapa kawasan permukiman yang didominasi rumah kayu; yakni di Mendawai, PU Bawah, Flamboyan Bawah, Rindang Banua, dan Murjani Bawah. Total lebih dari 13.000 jiwa tinggal di 3.400-an rumah di kawasan seluas 120,50 hektar itu.

Flamboyan Bawah terbakar tahun 1998. Rindang Banua terbakar tahun 2000. Bahkan, pada tahun 2003 lalu pun pernah terjadi kebakaran besar di kawasan rumah kayu PU Bawah, berjarak sekitar satu kilometer dari Flamboyan Bawah. Sebanyak 750 keluarga dengan total 2.624 jiwa kehilangan tempat tinggal. Kerugian ditaksir Rp 6 miliar.

Meminimalkan kebakaran

Pertanyaannya, adakah cara meminimalkan kebakaran di permukiman rumah kayu? ”Di bagian dapur, kami biasa memberi landasan seng sehingga kompor tidak langsung mengenai lantai kayu,” kata Muhamad, warga Flamboyan Bawah yang rumahnya selamat dari kebakaran, membagi pengalamannya.

Caranya, seng ditaruh di lantai kayu, lalu di atasnya ditaburi tanah setinggi dua jari (sekitar tiga sentimeter), dilapisi lagi dengan selembar seng, dan baru di atasnya diletakkan kompor. Di antara kompor dan dinding dapur pun ditaruh seng untuk menghindarkan jilatan api.

Mama Edo, pemilik warung gorengan dan mi rebus di Flamboyan Bawah, membikin semacam kotak dengan pagar pembatas di empat sisinya. Dengan demikian, abu bakaran dari tungku kayu bakar mengumpul di kotak beralas seng itu sehingga hangusnya lantai oleh api dapat dihindari.

Menghindari api, kata Ketua Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Palangkaraya, Wijanarka, sebaiknya bukan hanya di dapur, tetapi bisa semua bagian rumah kayu tersebut. Oleh karena itu, tidak ada salahnya warga yang tinggal di rumah kayu mengadopsi kearifan para tukang bangunan di Kabupaten Kapuas.

”Tukang di Kapuas banyak yang melapisi dinding dan lantai rumah kayu dengan plester semen. Plester semen bukan penghantar panas yang baik seperti halnya kayu, sehingga ini dapat meminimalkan terjadinya kebakaran,” jelasnya.

Agar semen mau menempel di kayu, tambah Wijanarka, harus dipasang jejaring kawat seperti yang biasa dipakai untuk pagar taman. Jejaring kawat yang dipasang melekat menggunakan paku pada dinding dan lantai kayu ini akan menjadi tempat ”berpegangan” plester berupa adukan semen dan pasir setebal 1,5 sentimeter itu.

Lapisan plester ini dapat dibuat di sisi dalam dan sekalian juga di sisi luar dinding kayu. Minimal, kata Wijanarka, lapisan plester ini dibuat di dinding dan lantai dapur rumah kayu sehingga biaya pembuatan terjangkau.

Bagi warga yang mampu, plester semen tadi pun dapat ditempeli porselen. Selain makin sedap dipandang, adanya lapisan porselen tadi pun makin membentengi dinding atau lantai kayu dari jilatan api.

Hal yang juga penting bagi warga yang tinggal di rumah kayu, kata Wijanarka, adalah pembuatan cerobong asap untuk mencegah pemanasan dinding kayu dan atap akibat pembakaran dari alat masak di dapur. Hal yang lebih penting lagi, kebakaran bisa dicegah apabila warga selalu menjaga api saat memasak atau keperluan lain.

Pencegahan kebakaran di rumah kayu harus melekat sebagai kebiasaan penghuninya. ”Ketika menyalakan lilin saat ada pemadaman listrik, misalnya, jangan sekali-sekali lalai menaruh batang lilin langsung di lantai kayu,” kata Wijanarka.

Apabila hendak menyalakan lilin, berilah alas berupa piring atau gelas, sehingga ketika penghuninya tertidur pun api lilin tidak membakar kayu. Kebakaran dapat dipicu dari nyala api yang kecil.

Wijanarka, Peduli Lingkungan Lewat Arsitektur



C Anto Saptowalyono

Peduli lingkungan bisa diwujudkan melalui berbagai cara. Wijanarka, dosen arsitektur Universitas Palangkaraya, Kalimantan Tengah, menunjukkannya lewat karya desain. Hasilnya berupa rancangan rumah maupun tata kota.
Menimbang beberapa tahun terakhir Kalimantan Tengah mengalami bencana kabut asap, tim Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Palangkaraya yang dipimpin Wijanarka mendesain jendela multifungsi. Jendela itu mampu meminimalkan masuknya asap ke dalam rumah.
Jendela multifungsi terdiri atas ventilasi bawah, lubang jendela, dan ventilasi atas. Di sisi dalam, tiga bagian itu dipasangi panel kaca. Panel kaca ini dapat dibuka atau ditutup sesuai tingkat kepekatan asap di luar rumah, tanpa mengganggu pencahayaan dalam ruangan.
Ventilasi bawah yang melekat pada jendela multifungsi juga melancarkan sirkulasi udara. Ventilasi bawah ini perlu sebab udara segar yang suhunya lebih rendah selalu berada dekat permukaan tanah karena bobotnya lebih berat.
Sebaliknya, udara yang sudah mengalami pemanasan berada di atas karena bobotnya lebih ringan. Dengan memasang jendela multifungsi, udara segar dari luar rumah dapat masuk lewat ventilasi bawah dan keluar lewat ventilasi atas.
Lancarnya sirkulasi udara tersebut menjamin kesejukan ruangan. Rumah yang memasang jendela multifungsi pun menjadi ramah lingkungan sekaligus hemat energi. Apalagi, belakangan ini dia melihat kecenderungan bangunan baru seolah ”memaksa” penggunaan air conditioning (AC). Ini tercermin dari minimnya lubang ventilasi untuk mengatur kesejukan ruangan.
Seiring langkanya kayu ulin, sekarang di Kalteng juga mulai banyak rumah beratap metal. Kondisi ini mengakibatkan suhu ruangan tidak sesejuk rumah beratap sirap.
”Saya tidak mematenkan jendela multifungsi ini. Semua bisa mengadopsi desain ini,” kata Wijanarka.
Bahkan, dia juga dengan senang hati memajang jendela multifungsi pada pameran di atrium Mal Palangkaraya agar dikenal khalayak.
Berwawasan lingkungan
Jendela multifungsi hanyalah satu dari sekian karya Wijanarka. Lelaki kelahiran Semarang tahun 1971 ini juga dimintai masukannya oleh beberapa pemerintah kabupaten/kota untuk membuatkan peta tata ruang kota. Beberapa daerah yang meminta masukannya adalah Kabupaten Seruyan, Kabupaten Gunung Mas, dan Kabupaten Lamandau.
Wijanarka juga diminta membantu merevitalisasi kota tua Pahandut, cikal bakal Kota Palangkarya. Dia juga yang membuatkan rancangan teknik kawasan Jalan G Obos dan Menteng Baru di Kota Palangkaraya.
Dalam mendesain, Wijanarka mengedepankan rancangan berwawasan lingkungan sesuai karakteristik setempat. Untuk Kuala Pembuang, ibu kota Kabupaten Seruyan, misalnya, dia mengenalkan konsep kota kanal.
Konsep ini dia tawarkan menimbang posisi pusat kota ibu kota kabupaten pemekaran tersebut yang hanya berjarak sekitar 4 kilometer dari Laut Jawa. Saat pasang, air laut naik lewat Sungai Seruyan dan menggenangi kawasan rawa di pusat kota Kuala Pembuang.
”Solusi yang kami tawarkan, perlu dibangun kanal-kanal sehingga luapan air pasang tidak meluber ke mana-mana, melainkan fokus tersalur di kanal tersebut. Air itu kemudian keluar lagi ketika surut,” ungkapnya.
Lain lagi konsep tata ruang untuk Kuala Kurun, ibu kota Kabupaten Gunung Mas, dan Nanga Bulik, ibu kota Kabupaten Lamandau. Wijanarka mengusulkan agar pembangunan permukiman di kedua kawasan itu jangan sampai merusak sungai dan kelestarian hutan.
Untuk dua ibu kota kabupaten yang berada di kawasan pedalaman dan jauh dari pesisir itu dia mengusulkan konsep yang dinamai Jungleriverpolitan, yakni kawasan yang memadukan secara serasi hutan, sungai, dan permukiman.
Sesuai kompetensinya sebagai arsitek, ia telah berusaha membuatkan rancangan yang berwawasan lingkungan. Namun, Wijanarka menyadari, dipakai atau tidaknya rancangan tersebut tergantung banyak pihak, terutama komitmen dari pemerintah daerah setempat.
Salah satu upaya yang dia lakukan agar rancangan berwawasan lingkungan bisa terwujud adalah dengan menulis artikel terkait hal tersebut di media cetak. Selain menulis di koran, karangan ilmiah dan beberapa tulisan Wijanarka juga bisa dibaca dalam jurnal ilmiah lokal dan nasional.
Menulis buku
Di samping itu, Wijanarka juga menulis buku. Ia telah menghasilkan dua buku, yakni Sukarno dan Desain Rencana Ibu Kota RI di Palangkaraya dan Semarang Tempo Dulu, Teori Desain Kawasan Bersejarah. Kedua buku karyanya itu diterbitkan oleh penerbit Ombak, Yogyakarta.
Ketertarikan Wijanarka menulis buku yang pertama terinspirasi oleh presiden pertama RI Soekarno yang juga seorang perencana kota. Soekarno-lah yang menciptakan desain Kota Palangkaraya.
Pengimplementasian ide Soekarno di Palangkaraya sebenarnya dimungkinkan karena pada saat itu Palangkaraya memang baru dibangun dengan membuka hutan. Ini berbeda kondisinya jika ide tersebut diterapkan pada rencana induk pendahuluan Kota Jakarta, yang pada 1956-1957 struktur kotanya sudah terbentuk.
Sayang, rencana itu tidak terwujud karena beberapa alasan politis dan sulitnya penyediaan bahan material waktu itu.
”Saya membuat buku ini (Sukarno dan Desain Rencana Ibu Kota RI di Palangkaraya), harapannya, dengan mengingat kondisi Jakarta seperti sekarang akan muncul wacana pemindahan ibu kota. Orang akan teringat bahwa di masa lalu Palangkaraya pernah direncanakan sebagai ibu kota Indonesia,” katanya.
Bagaimanapun, lanjut Wijanarka, setiap perkembangan kota itu seharusnya berwawasan lingkungan. Karena itulah ia menekankan pentingnya konsistensi tata ruang.
Para pejabat kota boleh datang dan pergi, silih berganti, tetapi tata ruang kota seperti kawasan hijau yang sejak awal sudah ditetapkan jangan semakin menyempit, bahkan hilang. Kalau itu terjadi, tak hanya lingkungan yang hancur, tetapi kota itu pun akan kehilangan kemanusiawiannya.

Sabtu, 27 Maret 2010

Pengaruh Ekspos Semen pada Desain


Author: Dyah Sunthy Satiti Wikan (Writer & Reporter - Laras Magazine)

Saatnya semen hadir lebih ekspresif untuk memperkaya desain.

Memanfaatkan material semen dalam bangunan sudah menjadi keharusan. Sejalan dengan perubahan tren dan berkembangnya inovasi dalam desain, material ini mendapatkan perlakuan yang berbeda. Menyembunyikan kehadiran material semen di balik sapuan cat tembok, wallpaper, atau bilah-bilah kayu tidak lagi menjadi batasan sebuah desain memperlakukan semen. Kejenuhan desain telah mendorong desainer dan arsitek untuk lebih berani bereksperimen dengan mengekspos material dengan lebih jujur.

EKSPOS SEMEN. Nama-nama arsitek terkenal sudah memposisikan material ini menjadi bahasa desain yang artistik dan berkarakter. Le Corbusier dari era modernisme hingga seorang Romo Mangun, telah menghadirkan material semen sebagai salah satu elemen dari eksplorasi tektonika didalam desain mereka. Semen yang telah diolah menjadi beton juga menjadi bahasa desain yang telah banyak dimanfaatkan dalam desain masa kini. Arsitek Jepang Tadao Ando, hingga Yori Antar mempopulerkan bahasa material ini menjadi wacana baru untuk mencapai sebuah desain yang sophisticated (mewah-lux) tanpa harus memanfaatkan material yang serba mengkilat dan di-finishing sempurna.

Sebagai material yang layak tampil menjadi solusi artistik dalam desain, semen memiliki karakter yang fleksibel. Hal ini memudahkan desainer untuk membentuk, mencetak, menghadirkan beragam tekstur, serta memfungsikannya lebih dari sekedar pembentuk kolom-dinding dan perekat batubata. Karakter fleksibel ini yang juga memudahkan ekspresi semen untuk dikombinasikan dengan material industrial seperti stainless steel, kaca, dan granit serta material natural seperti kayu, bambu, dan batu alam.

EFEK VISUAL. Pengaruh ekspos semen dalam desain bisa langsung dirasakan secara visual. Semen yang tidak menghasilkan warna yang rata membawa impresi raw (mentah) dan bold (keras dan kuat) ketika diterapkan pada sebuah komposisi desain. Karakter warnanya yang bersifat netral juga bisa dimanfaatkan menjadi warna dominan yang menjadi background dari elemen tata interior. Bagi tampak bangunan, dinding semen ekspos bisa menguatkan garis-garis desain melalui komposisi kontras dengan material jendela, pintu, dan komposisi bentuk bangunan. Namun, kemampuan semen untuk hadir dalam beragam ekspresi tekstur juga bisa menjadi sebuah foreground. Sebuah sentuhan unfinished sebagai aksentuasi di antara ekspresi material lain.

Dalam desain formal atau desain yang bergaya minimalis, ekspos semen membawa sebuah jeda visual yang mengurangi kekakuan dan kesan monoton. Kemudian ketika semen dibiarkan hadir dengan kasar dengan karakter tekstur yang tidak berpola, maka keseluruhan komposisi desain yang bergaya minimalis, clean cut, dan geometris menjadi terasa lebih human (manusiawi). Jika dahulu orang menyukai dinding yang diaci dengan halus, saat ini semen telah diperlakukan lebih ekspresif sehingga banyak dinding yang kini hadir kasar tanpa acian. Selain unik, pengaruhnya pada keseluruhan desain sangat kuat sekaligus memberikan rasa lebih nyaman secara visual. Pertemuan komposisi dari unfinished dan finished material seperti Yin dan Yang dalam persepsi tektonika yang berimbang. (SUN)

Mendekorasi Dinding Semen



Foto: Buku Wall to the Wall by Linda Barker (kiri) & Photo by Bambang Purwanto (kanan)

Author: Dyah Sunthy Satiti Wikan (Writer & Reporter - Laras Magazine)

Dinding semen selalu meninggalkan kesan unfinished, tetapi mendekorasinya justru menghasilkan tampilan visual yang unik dan berkarakter.

Selama ini, dinding kita kenal harus memiliki lapisan finishing di atas permukaan semen. Namun, kreatifitas dan dorongan untuk mencari ekspresi material yang baru membawa semen menjadi elemen artistik dalam desain. Awalnya, dinding semen mungkin mendobrak kenyamanan kita karena tak terbiasa dengan warna abu-abu dan kesan raw (mentah). Justru disinilah letak kelebihan dinding semen.

POLOS JADI MEWAH. Warna abu-abu berkesan netral dan bisa dikombinasikan dengan warna apapun. Oleh karena itu, jangan meremehkan dinding semen polos yang memiliki potensial besar untuk menghasilkan tatanan interior yang unik dan bernilai artistik tinggi. Dinding semen selalu menonjolkan apapun yang diletakkan di depannya. Ekspresi material ini menjadi sangat ekonomis karena dengan sedikit usaha untuk mendekorasinya, dinding semen berubah menjadi ekspresi visual yang eksklusif dan mewah.

EKONOMIS DAN FLEKSIBEL. Aplikasinya tidak terbatas hanya pada tatanan interior rumah. Desain retail juga bisa memanfaatkan material ini sebagai pilihan bijak yang sangat ekonomis. Latar dinding semen mampu menonjolkan produk-produk yang didisplay. Material ini tidak hanya memiliki warna yang netral, tetapi juga bukan elemen desain yang bersifat trendy atau sementara.

Permukaan dinding yang tahan lama baik dari kekuatan material hingga pengaruh yang kuat pada desain memungkinkan desainer atau pemilik untuk merubah desain hanya dengan mengganti dekorasinya. Apakah itu nuansa bold dan maskulin, formal, feminin, atau fun dan colorful, semuanya bisa dicapai dengan mudah.

Tidak hanya terbatas pada nuansa atmosfer ruang, beragam impresi desain bisa juga dicapai. Desain minimalis, modern maksimalis, klasik, natural tradisional, atau vintage bisa dibentuk di ruangan yang berdinding semen. Inilah bukti bahwa dinding semen adalah pilihan desain yang sangat ekonomis, fleksibel, dan sustainable.

IDE. Mendekorasi material dinding ini pun bisa sangat sederhana. Dengan meletakkan sebuah kursi dan lukisan sudah merubah kesan visual dinding tersebut. Kolase dari potongan kertas kado juga bisa jadi ide unik yang fun dan dinamis. Ide dan kreatifitas bisa berkembang sangat luas dan banyak. Seperti bunglon, permukaan dinding semen mampu menyerap apapun yang dipilihkan dan menghasilkan tampilan desain mewah dan unik tanpa kehilangan keunggulannya yang ekonomis. (SUN)

Kombinasi Semen Ekspos dan Tanaman


Foto: Martin (kiri) & Rumah Arsitek Wiyoga Nurdiansyah (kanan)

Author: Dyah Sunthy Satiti Wikan (Writer & Reporter - Laras Magazine)

INTRO : Menciptakan tampilah visual yang fresh dalam desain rumah adalah salah satu langkah mewujudkan rumah ideal.

Setiap orang memiliki criteria yang beragam mengenai rumah idealnya, tetapi semua criteria tersebut bertujuan menghadirkan kesejukan, kenyamanan, dan perlindungan bagi pemilik rumah. Perasaan itulah yang lebih dikenal dengan feeling at home, sekaligus menjadi acuan bagi setiap individu beradaptasi dan mengenali kondisi ideal yang sesuai dengan karakternya.

FRESH LOOK. Manusia modern yang selalu disibukkan dengan aktivitas seharian dan kondisi lingkungan yang penuh polusi membutuhkan rumah sebagai tempat bersantai untuk menyegarkan tubuh dan pikiran. Desain kemudian dituntut untuk menghasilkan tampilan yang fresh dengan suasana yang lebih santai.

Disinilah dinding semen kembali menunjukkan potensinya. Warna abu-abu dan ekspresi raw yang terlihat netral ternyata mampu menjadi salah satu komponen desain yang menciptakan tampilan fresh. Baik di interior maupun di eksterior, kehadiran dinding semen menguatkan kesan fresh yang didapatkan dari kehadiran tanaman. Bentuk-bentuk daun dan warna kehijauan yang beragam ternyata menjadi semakin menonjol dan kuat bila diletakkan di depan dinding semen ekspos.

Menciptakan tampilan fresh pada setiap bagian rumah tidak hanya dengan memanfaatkan tanaman berdaun hijau saja. Tanaman dengan beragam warna lainnya merah, kuning, atau mix dan tanaman berbunga juga mampu menciptakan sebuah ekspresi visual yang unik ketika dikombinasikan dengan permukaan semen ekspos.

Dengan menghadirkan dinding semen ekspos, tampilan desain yang fresh begitu mudah diwujudkan. Karakter semen yang fleksibel menjadikan material ini mampu menyesuaikan tuntutan desain. Dengan formula kombinasi dinding semen dan tanaman, desain tetap memiliki ruang untuk menghadirkan impresi feminine atau maskulin. Dalam hal ini, pemilihan jenis tekstur dinding semen, jenis tanaman, dan bentuk-bentuk yang membentuk desain tersebut menjadi aspek penentu.

MENGAPA SEMEN EKSPOS. Menghasilkan kesan fresh look memang bisa dilakukan dengan mengaplikasikan beragam jenis material. Namun, semen memiliki banyak keunggulan dibandingkan dengan material lain. Salah satunya adalah fleksibilitas material semen yang membuat segala aplikasi menjadi begitu praktis dan mudah. Kesan netral yang didapatkan oleh semen ekspos sekaligus juga mengadopsi ekspresi alam, sehingga ketika dipertemukan dengan hijau daun pepohonan, nuansa alam inilah yang menghasilkan sensasi fresh.

Di sisi lain, semen ekspos terbukti sangat ekonomis. Dengan harga yang tidak mahal, permukaan semen ekspos memiliki banyak potensi. Oleh karena itu, memilih semen ekspos menjadi ekspresi material dalam desain adalah pilihan yang bijak. Keunggulan lain terletak pada kemampuan semen ekspos untuk tampil elegan dan atraktif dalam komposisi desain. Tampilah fresh yang dihasilkan juga tidak bisa dicapai oleh material yang jauh lebih mahal.

Dengan desain yang menampilkan ekspresi fresh di ruang-ruangnya, rumah ideal bisa diwujudkan dan mampu memberikan sensasi feeling at home yang diharapkan. Semuanya menjadi praktis dan mudah sehingga kenyamanan ideal pun bukan menjadi impian yang sulit diwujudkan. Memanfaatkan semen ekspos dan mengombinasikannya dengan beragam warna tanaman adalah formula untuk menghasilkan kualitas visual yang nyaman. Menghadirkan fresh look menjadi sangat mudah dan praktis. (SUN)

Ramp Semen untuk Sirkulasi Indoor



Foto: Ajita Creative Agency

Author: Dyah Sunthy Satiti Wikan (Writer & Reporter - Laras Magazine)
INTRO: Mengganti tangga dengan ramp dari semen cor dalam desain interior adalah alternatif bijak untuk akses sirkulasi yang aman dan nyaman.

Memiliki rumah bertingkat atau membangun rumah di atas lahan berkontur membutuhkan pengolahan sirkulasi dan akses ruang yang nyaman. Menghasilkan desain dengan tangga atau menyikapi perbedaan ketinggian level ruang dengan penghubung beberapa anak tangga adalah konsekuensi logis yang biasanya diterapkan. Cara ini ternyata cukup aman, nyaman, tetapi konvensional.

FUNGSI. Area tangga tidak hanya menjadi ruang sirkulasi, tetapi juga berfungsi sebagai transisi antara ruang-ruang bersifat publik dan semi publik di lantai bawah serta ruang-ruang yang lebih privat di lantai atas. Transisi ini kemudian membentuk sequence yang membuat peralihan tersebut lebih bisa dinikmati. Di sinilah ramp dari semen cor membawa wacana baru untuk sirkulasi dan kualitas ruang transisi tersebut.

Ramp biasanya diaplikasikan pada ruang-ruang luar seperti carport dan pencapaian ke teras depan rumah. Elemen ruang ini juga banyak digunakan di bangunan publik sebagai jawaban desain terhadap kepedulian terhadap akses bagi pada pengguna kursi roda. Namun, sudah saatnya ramp dari semen cor disikapi sebagai elemen sirkulasi baik indoor atau outdoor yang memiliki kontribusi artistik pada kualitas ruang. Sebuah keunikan yang tidak bisa dicapai oleh kehadiran tangga.

Menurut fungsinya, ramp dari semen cor menyerupai tangga. Bentuknya yang mengadaptasi kemiringan tangga dengan derajat yang lebih landai memberikan kenyamanan bagi pengguna kursi roda atau orang sehat untuk melaluinya. Ketika tangga menjadi halangan bagi pengguna dengan keterbatasan gerak dan usia, ramp memberikan kemudahan. Oleh karena itu, rumah yang menyikapi perbedaan ketinggian level lantai dengan ramp menjadi lebih sustainable (jangka panjang) dan tetap nyaman dihuni ketika pemilik telah lanjut usia.

ARTISTIK MERUANG. Secara artistik, ramp dari semen cor memiliki segala kualitas artistik yang dimiliki oleh permukaan semen ekspos. Memiliki warna netral dengan tampilan yang tidak merata memberikan sentuhan raw (mentah) yang justru berkarakter di antara material lain yang hadir dengan finishing: durabilitas, tekstur yang bisa disesuaikan kebutuhan, ekonomis, dan sesuai dengan beragam gaya desain.

Sementara itu, ruang menjadi lebih unik dengan transisi yang terasa lebih halus. Dua ruang yang memiliki perbedaan ketinggian seakan disatukan dan mengalir dengan kemiringan ramp yang landai. Ruang ke ruang menjadi lebih interaktif dengan kehadiran ramp yang merubah dinamika meruang. Bentuknya yang simpel dan polos memberikan kesempatan untuk mengeksplorasi ekspresi material lebih banyak, sehingga ramp dari semen cor memiliki pengaruh signifikan terhadap suasana dan karakter ruang.

Ketika kontribusi pada kualitas dan transisi antar ruang begitu besar, ramp dari semen cor ini menjadi pilihan bijak untuk menyikapi perbedaan ketinggian ruang. Derajat landai yang lebih rendah daripada tangga menjadikan elemen sirkulasi ini lebih aman dan lebih nyaman. Sirkulasi yang mengalir dari ruang ke ruang akhirnya menjadikan seluruh bagian rumah menjadi dinamis, interaktif, dan terasa sangat homey.

Rabu, 24 Maret 2010

MANFAAT WARNA DAN TEKSTUR SEMEN


Foto: The Residence Jl. Bangka VIII no. 9A
Author: Dyah Sunthy Satiti Wikan (Writer & Reporter - Laras Magazine)
INTRO. Mengekspos semen memungkinkan desain hadir dalam beragam alternatif bercita rasa tinggi yang memanfaatkan warna semen dan variasi tekstur.
Dunia desain interior dan arsitektur tidak pernah terlepas dari idiom warna dan tekstur. Melalui kedua aspek tersebut, desainer atau arsitek berimajinasi dengan kreatif untuk memberikan kualitas desain yang sesuai dengan kebutuhan dan tuntutan kenyamanan pengguna ruang.
IMPRESI. Kenyamanan pengguna ruang tidak hanya secara fisik melalui ruang dengan bentuk fisiknya, tetapi juga kenyamanan rasa yang muncul dari kesesuaian impresi desain dengan karakter pengguna ruang. Inilah bentuk interaksi intens antara bidang-bidang fisik ruang dan kegiatan pengguna ruang, sehingga warna dan tekstur menjadi bagian penting dalam desain yang selalu dipengaruhi oleh tren dan cita rasa.
Dahulu ekspos semen berkesan murah, tidak artistik, dan seakan belum selesai dibangun. Perubahan sudut pandang yang mempengaruhitren membawa sebuah kosakata baru dalam pemanfaatan semen dalam desain. Mengekspos semen bahkan berkesan unik, artistik, natural, dan sophisticated. Kreatifitas para desainer mengolah ekspos material ini berhasil merubah paradigma semen hanya sebagai bahan bangunan untuk kekuatan struktur bangunan.
Desain arsitektur atau interior yang memanfaatkan semen untuk diekspos memberikan kenyamanan pada biaya konstruksi. Membiarkan dinding semen tanpa sapuan cat atau material finishing lainnya berarti penghematan dana yang cukup signifikan. Penampilan permukaan semen yang netral menjadikan material ini cukup fleksibel diaplikasikan dalam beragam gaya desain. Memutuskan mengekspos semen menjadi keputusan bijak dengen kenyamanan yang optimal.
WARNA. Di pasaran terdapat semen dengan beragam warna. Jenis semen inilah yang biasanya digunakan untuk nat (isian) antar keramik. Sementara, istilah semen secara awam lebih mengarah pada semen portland yang butirannya berwarna abu-abu. Perbedaan warna yang mungkin muncul dalam aplikasi semen dipengaruhi oleh seberapa banyak kadar campurannya, semisal pasir dan air. Oleh karena itu, warna bukan indikasi kekuatan dari material semen.
Keunikan material semen ketika mengering adalah warnanya yang tidak merata. Warna dominan abu-abu menjadikan material ini tidak menyulitkan penggunaan warna tertentu dari furnitur atau pengisi ruang. Desain interior memanfaatkan warna semen untuk memberikan dinamika dalam atmosfer ruang. Ruang tidak dibiarkan terasa kosong, steril, dan membosankan, tetapi memiliki sentuhan kehidupan yang menjadikan ruang terasa lebih manusiawi dan lebih mendekati persepsi akan kenyamanan.
Sementara arsitektur memanfaatkan karakter warna ini untuk berinteraksi dengan warna-warna alam di lingkungan sekitar. Sebuah usaha untuk menciptakan nuansa keselarasan antara bangunan dan lingkungan sekitar. Kesan awal yang seakan bersifat industrial dan raw (mentah) berubah sejalan dengan waktu, ketika berinteraksi dengan iklim dan cuaca. Karakter warna semen pun menguat, elegan, dan lebih bercerita.
TEKSTUR. Selain warna, semen mampu menghasilkan beragam tekstur dari ekspresi tekstur yang sederhana tetapi unik hingga tekstur artistik dengan cita rasa yang tinggi. Masa ketika dinding di-aci agar menghasilkan permukaan yang halus dan rapi sudah tidak mutlak dilakukan. Saat ini dinding kasar sebelum di haluskan menjadi referensi untuk menghadirkan tekstur kasar tersebut sebagai hasil akhir. Dari sini tercipta beragam tekstur semen dengan memanfaatkan alat-alat praktis di sekeliling kita.
Eksplorasi desainer dan arsitek pada aplikasi tekstur dari semen ini memberikan kontribusi besar bagi kosakata desain. Tekstur bergaris-garis, goresan tak teratur, melingkar-lingkar, dan masih banyak lagi ekspresi tekstur yang bisa dibentuk dari semen. Tidak hanya berhenti pada penggunaan kuas, patahan triplek, sisir, atau tangan, tetapi beragam teknik aplikasi semen pada dinding berhasil menambah alternatif tekstur. Untuk desain yang lebih natural, desainer bahkan memanfaatkan daun, batu, atau telapak kaki untuk menguatkan nuansa tersebut.
Semua itu membutuhkan kreatifitas, keberanian, dan citarasa yang tinggi untuk memilih ekspresi warna dan tekstur yang proporsional dalam komposisi desain kompleks. Aplikasi tekstur semen ini juga tidak terbatas pada dinding saja, tetapi lantai, langit-langit, dan jalan setapak juga menjadi media yang memungkinkan untuk menghadirkan tekstur semen yang unik dan berkarakter.
Pemilihan material pendamping ekspos warna dan tekstur semen ini tentu saja memiliki peranan penting dalam keberhasilan desainer memberikan desain yang mendekati kenyamanan pengguna. Kenyamanan secara fisik, visual, dan rasa. Sementara itu tidak membutuhkan bidang yang luas untuk mendapatkan efek yang signifikan dari warna dan tekstur semen. sebagai aksentuasi, semen juga bisa menjadi fokus visual. Dalam hal ini perencanaan secara detail, komprehensif, dan proporsional diperlukan agar semen yang ditampilkan bisa memberikan impresi yang optimal dan well designed pada arsitektur atau interior. Dengan kreatifitas dan citarasa yang tinggi, mencari tektur semen yang baru sungguh tidak terbatas. (SUN)

Selasa, 23 Maret 2010

Mendefinisikan kembali arsitektur tropis

MENDEFINISIKAN KEMBALI ARSITEKTUR TROPIS

Salah satu alasan mengapa manusia membuat bangunan adalah karena kondisi alam iklim tempat manusia berada tidak selalu baik menunjang aktivitas yang dilakukannya. Aktivitas manusia yang bervariasi memerlukan kondisi iklim sekitar tertentu yang bervariasi pula. Untuk melangsungkan aktivitas kantor, misalnya, diperlukan ruang dengan kondisi visual yang baik dengan intensitas cahaya yang cukup; kondisi termis yang mendukung dengan suhu udara pada rentang-nyaman tertentu; dan kondisi audial dengan intensitas gangguan bunyi rendah yang tidak mengganggu pengguna bangunan.
Karena cukup banyak aktivitas manusia yang tidak dapat diselenggarakan akibat ketidaksesuaian kondisi iklim luar, manusia membuat bangunan. Dengan bangunan, diharapkan iklim luar yang tidak menunjang aktivitas manusia dapat dimodifikasidiubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang lebih sesuai. Usaha manusia untuk mengubah kondisi iklim luar yang tidak sesuai menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai seringkali tidak seluruhnya tercapai. Dalam banyak kasus, manusia di daerah tropis seringkali gagal menciptakan kondisi termis yang nyaman di dalam bangunan. Ketika berada di dalam bangunan, pengguna bangunan justru seringkali merasakan udara ruang yang panas, sehingga kerap mereka lebih memilih berada di luar bangunan. Pada saat arsitek melakukan tindakan untuk menanggulangi persoalan iklim dalam bangunan yang dirancangnya, ia secara benar mengartikan bahwa bangunan adalah alat untuk memodifikasi iklim. Iklim luar yang tidak sesuai dengan tuntutan penyelenggaraan aktivitas manusia dicoba untuk diubah menjadi iklim dalam (bangunan) yang sesuai. Para arsitek yang kebetulan hidup, belajar dan berprofesi di negara beriklim sub-tropis, secara sadar atau tidakatau karena aturan membangun setempat kerap melakukan tindakan yang benar. Karya arsitektur yang mereka rancang selalu didasari pertimbangan untuk memecahkan permasalahan iklim setempat yang bersuhu rendah. Bangunan dibuat dengan dinding rangkap yang tebal, dengan penambahan bahan isolasi panas di antara kedua lapisan dinding sehingga panas di dalam bangunan tidak mudah dirambatkan ke udara luar. Meskipun mereka melakukan tindakan perancangan guna mengatasi iklim sub-tropis setempat, karya mereka tidak pernah disebut sebagai karya arsitektur sub-tropis, melainkan sebagai arsitektur Victorian, Georgian dan Tudor; sementara sebagian karya yang lain diklasifikasikan sebagai arsitektur modern (modern architecture), arsitektur pasca-modern (post-modern architecture), arsitektur modern baru (new modern architecture), arsitektur teknologi tinggi (high-tech architecture), dan arsitektur dekonstruksi (deconstruction architecture). Di sini terlihat bahwa arsitektur yang dirancang guna mengatasi masalah iklim setempat tidak selalu diberi sebutan arsitektur iklim tersebut, karena pemecahan problematik iklim merupakan suatu tuntutan mendasar yang 'wajib' dipenuhi oleh suatu karya arsitektur di manapun dia dibangun. Sebutan tertentu pada suatu karya arsitektur hanya diberikan terhadap ciri tertentu karya tersebut yang kehadirannya 'tidak wajib', serta yang kemudian memberi warna atau corak pada arsitektur tersebut. Sebut saja arsitektur yang 'bersih' tanpa embel-embel dekorasi, yang bentuknya tercipta akibat fungsi (form follows function) disebut arsitektur modern. Arsitektur dengan penyelesaian estetika tertentuyang antara lain menyangkut bentuk, ritme dan aksentuasidiklasifikasikan (terutama oleh Charles Jencks) ke dalam berbagai nama, seperti halnya arsitektur pasca-modern, modern baru dan dekonstruksi. Semua karya arsitektur tersebut tidak pernah diberi julukan 'arsitektur sub-tropis' meskipun karya tersebut dirancang di daerah iklim sub-tropis guna mengantisipasi masalah iklim tersebut. Kemudian mengapa muncul sebutan arsitektur tropis? Seolah-olah jenis arsitektur ini sepadan dengan julukan bagi arsitektur modern, modern baru dan dekonstruksi. Jenis yang disebut belakangan lebih mengarah pada pemecahan estetika seperti bentuk, ritme dan hirarki ruang. Sementara arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, adalah karya arsitektur yang mencoba memecahkan problematik iklim setempat. Bagaimana problematik iklim tropis tersebut dipecahkan secara desain atau rancangan arsitektur? Jawabannya dapat seribu satu macam. Seperti halnya yang terjadi pada arsitektur sub-tropis, arsitek dapat menjawab dengan warna pasca-modern, dekonstruksi ataupun High-Tech, sehingga pemahaman tentang arsitektur tropis yang selalu beratap lebar ataupun berteras menjadi tidak mutlak lagi. Yang penting apakah rancangan tersebut sanggup mengatasi problematik iklim tropishujan deras, terik radiasi matahari, suhu udara yang relatif tinggi, kelembapan yang tinggi (untuk tropis basah) ataupun kecepatan angin yang relatif rendahsehingga manusia yang semula tidak nyaman berada di alam terbuka, menjadi nyaman ketika berada di dalam bangunan tropis itu. Bangunan dengan atap lebar mungkin hanya mampu mencegah air hujan untuk tidak masuk bangunan, namun belum tentu mampu menurunkan suhu udara yang tinggi dalam bangunan tanpa disertai pemecahan rancangan lain yang tepat. Dengan pemahaman semacam ini, kemungkinan bentuk arsitektur tropis, sebagaimana arsitektur sub-tropis, menjadi sangat terbuka. Ia dapat bercorak atau berwarna apa saja sepanjang bangunan tersebut dapat mengubah kondisi iklim luar yang tidak nyaman, menjadi kondisi yang nyaman bagi manusia yang berada di dalam bangunan itu. Dengan pemahaman semacam ini pula, kriteria arsitektur tropis tidak perlu lagi hanya dilihat dari sekedar 'bentuk' atau estetika bangunan beserta elemen-elemennya, namun lebih kepada kualitas fisik ruang yang ada di dalamnya: suhu ruang rendah, kelembapan relatif tidak terlalu tinggi, pencahayaan alam cukup, pergerakan udara (angin) memadai, terhindar dari hujan, dan terhindar dari terik matahari. Penilaian terhadap baik atau buruknya sebuah karya arsitektur tropis harus diukur secara kuantitatif menurut kriteria-kriteria fluktuasi suhu ruang (dalam unit derajat Celcius); fluktuasi kelembapan (dalam unit persen); intensitas cahaya (dalam unit lux); aliran atau kecepatan udara (dalam unit meter per detik); adakah air hujan masuk bangunan; serta adakah terik matahari mengganggu penghuni dalam bangunan. Dalam bangunan yang dirancang menurut kriteria seperti ini, pengguna bangunan dapat merasakan kondisi yang lebih nyaman dibanding ketika mereka berada di alam luar. Penulis menganggap bahwa definisi atau pemahaman tentang arsitektur tropis di Indonesia hingga saat ini cenderung keliru. Arsitektur tropis sering sekali dibicarakan, didiskusikan, diseminarkan dan diperdebatkan oleh mereka yang memiliki keahlian dalam bidang sejarah atau teori arsitektur. Arsitektur tropis seringkali dilihat dari konteks 'budaya'. Padahal kata 'tropis' tidak ada kaitannya dengan budaya atau kebudayaan, melainkan berkaitan dengan 'iklim'. Pembahasan arsitektur tropis harus didekati dari aspek iklim. Mereka yang mendalami persoalan iklim dalam arsitektur persoalan yang cenderung dipelajari oleh disiplin ilmu sains bangunan (fisika bangunan)akan dapat memberikan jawaban yang lebih tepat dan terukur secara kuantitatif. Mereka yang dianggap ahli dalam bidang arsitektur tropisKoenigsberger, Givoni, Kukreja, Sodha, Lippsmeier dan Nick Bakermemiliki spesialisasi keilmuan yang berkaitan dengan sains bangunan, bukan ilmu sejarah atau teori arsitektur. Kekeliruan pemahaman mengenai arsitektur tropis di Indonesia nampaknya dapat dipahami, karena pengertian arsitektur tropis sering dicampuradukkan dengan pengertian 'arsitektur tradisional' di Indonesia, yang memang secara menonjol selalu dipecahkan secara tropis. Pada masyarakat tradisional, iklim sebagai bagian dari alam begitu dihormati bahkan dikeramatkan, sehingga pertimbangan iklim amat menonjol pada karya arsitektur tersebut. Manusia Indonesia cenderung akan membayangkan bentuk-bentuk arsitektur tradisional Indonesia ketika mendengar istilah arsitektur tropis. Dengan bayangan iniyang sebetulnya tidak seluruhnya benarpembicaraan mengenai arsitektur tropis akan selalu diawali. Dari sini pula pemahaman mengenai arsitektur tropis lalu memiliki konteks dengan budaya, yakni kebudayaan tradisional Indonesia. Hanya mereka yang mendalami ilmu sejarah dan teori arsitektur yang mampu berbicara banyak mengenai budaya dalam kaitannya dengan arsitektur, sementara arsitektur tropis (basah) tidak hanya terdapat di Indonesia, akan tetapi di seluruh negara yang beriklim tropis (basah) dengan budaya yang berbeda-beda, sehingga pendekatan arsitektur tropis dari aspek budaya menjadi tidak relevan. Dari uraian di atas, perlu ditekankan kembali bahwa pemecahan rancangan arsitektur tropis (basah) pada akhirnya sangatlah terbuka. Arsitektur tropis dapat berbentuk apa sajatidak harus serupa dengan bentuk-bentuk arsitektur tradisional yang banyak dijumpai di wilayah Indonesia, sepanjang rancangan bangunan tersebut mengarah pada pemecahan persoalan yang ditimbulkan oleh iklim tropis seperti terik matahari, suhu tinggi, hujan dan kelembapan tinggi.

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More