Follow This Blog

Desain Rumah Bambu

Bambu adalah bahan bangunan yang dapat diperbaharui dan banyak tersedia di Indonesia. Dari sekitar 1.250 jenis bambu di dunia, 140 jenis atau 11% nya adalah spesies asli Indonesia. di Indonesia sudah lama memanfaatkan bambu untuk bangunan rumah, perabotan, alat pertanian, kerajinan, alat musik, dan makanan. Namun, bambu belum menjadi prioritas pengembangan dan masih dilihat sebagai "bahan milik kaum miskin yang cepat rusak"..

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 4 title

dunia ini bagai selembar kertas putih, memerlukan warna-warni yang indah.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 19 Juli 2011

Mempercantik Rumah Dengan Dana Minimalis

Memiliki rumah yang rapih, indah  dan sehat adalah dambaan setiap orang, siapapun pasti mengidam-idamkannya. Sekalipun untuk mewujudkannya kita harus mengocek kantong cukup dalam. Apalagi buat mereka yang memiliki dana yang lebih untuk merenovasi rumah, namun bagaimana untuk yang mereka yang memiliki dana minim? Apakah mereka tidak bisa menciptakan rumah yang rapih, indah dan sehat?.

Jagan berkecil hati dulu,bagi anda yang memiliki rumah minimalis dan juga tidak ingin mengocek uang dalam-dalam untuk menciptakan rumah idaman, anda perlu melakukan beberapa tips yang membuat rumah kian cantik dibawah ini dengan dana yang minim.

Bersihkan Rumah secara teratur

 Jangan pernah malas membersihkan rumah seperti menyapu, mengepel, megelap kaca.  Meskipun dirumah ada pembantu, namun kita harus rajin juga membereskan segala sesuatunya sendiri. Jangan sampai ada kotoan dan debu yang masuk kedalam rumah.
Rumah yang kotor sangat rentan terhadap penyakit, khususnya untuk keluarga yang memiliiki bayi, pasti sangat amat repot.

Hiasan Dinding
Meskipun ruagan anda minimalis,jangan khawatir untuk memajang hiasan dinding favorit anda. Namun alakah baiknya juga jika disesuaikan dengan kondisi ruangan pada rumah anda. Jika anda mimiliki rumah yang tidak terlalu besar anda cukup memajang hiasan berupa vas bunga ataupun hiasan dinding yang sederhana namun terlihat cantik jika dipandang.

Tanaman Hias
Bagi anda yang sangat senang dengan tanaman hias, tidak perlu berkecil hati jika tidak memiliki halaman yang luas. Anda juga bisa menempatkan tanaman hias pada pot kecil, sedang maupun besar. Tanaman ini biasa diletakan diruang tamu. Bisa juga diletakan diteras halaman rumah.
Pilihlah tanamanan yang anda sukai, serta menarik untuk tampilan ruangan anda nantinya. Jika anda menyukai bunga mawar ataupun bunga anggrek, anda bisa letakan diteras rumah. Dan tanaman hias lainnya.

Memilih Sofa
Pilihlah sofa yang sesuai dengan karakter rumah dan nuansa yang akan anda tuangkan, jika anda lebih memilih bangku dengan unsur alam seperti bangku yang terbuat dari bambu contohnya, hal ini juga cukup menarik untuk dihadirkan di ruang tamu, Harganyapun terjangkau dibandingkan sofa. Namun semua itu balik lagi pada selera anda dan budget yang anda miliki pastinya.

Pajangan Rumah
Pajangan rumah yang diletakan diatas meja ataupun di dalam lemari kaca juga akan mempercantik rumah anda dengan sentuhan pajangan yang anda suka. Coba saja untuk memajang patung ataupun bingkai duduk, maupun guci- guci cantik.

Letakan barang kecil pada satu tempat
Biasanya barang-barang kecil yang sulit dijangkau apabila kita lupa meletakannya, akan mudah hilang alias raip entah kemana. Oleh sebab itu baiknya untuk meletakan barang-barang pada suatu tempat khusus.

Mudahkan memperoleh cara untuk menghias rumah agar senantiasa indah. Idak perlu mengeluarkan budget yang mahal  untuk mempercantiknya. Semoga beberapa tips diatas bisa bermanfaat untuk anda.

Kamis, 14 Juli 2011

Herman Thomas Karsten

Herman Thomas Karsten (Amsterdam, Belanda, 22 April 1884 – Cimahi, 1945) adalah arsitek dan perencana wilayah pemukiman dari Hindia Belanda. Ia adalah putra seorang profesor Filsafat dan Wakil Ketua Chancellor ("Pembantu Rektor") di Universitas Amsterdam, sedangkan ibunya adalah seorang kelahiran Jawa Tengah.

Gelar arsitek diperolehnya dari Sekolah Tinggi Teknik (Technische Hoogeschool) di Delft, Belanda, dan lulus tahun 1908. Enam tahun kemudian dia berangkat ke Hindia Belanda atas ajakan seniornya, Henri Maclaine Pont, yang memiliki Biro Arsitektur. Dalam kariernya inilah ia menjadi perencana dan penasihat beberapa proyek bangunan publik di beberapa kota yang kala itu mulai berkembang akibat membaiknya perekonomian, antara lain Batavia (Jakarta), Meester Cornelis (Jatinegara) Bandung, Buitenzorg (Bogor), Semarang (Pasar Johar), Surakarta (Pasar Gede), Malang, Purwokerto, Palembang, Padang, Medan, Banjarmasin, dan bahkan sampai merancang perumahan murah di bagian barat daya Kota Magelang, yaitu Kwarasan. Gaya khas Karsten adalah kepeduliannya terhadap lingkungan hidup dan menghargai nilai kemanusiaan. Dia tidak pernah melupakan kepentingan kalangan berpenghasilan rendah, sesuatu yang jarang ditemui pada orang-orang Belanda masa itu.

Pada tahun 1921 Karsten menikah dengan Soembinah Mangunredjo dan mempunyai empat anak, masing-masing Regina (1924), Simon (1926), Joris (1928), dan Barta (1929). Dia juga bergabung dalam Instituut de Java, sebuah perkumpulan yang peduli terhadap budaya Jawa. Karsten mengkritik banyak arsitek Belanda sebelumnya yang lebih berkonsep "menaruh Eropa di Jawa". Bagi Karsten, Jawa adalah Jawa, bukan Belanda. Karsten menganggap kota sebagai suatu organisme hidup yang terus bertumbuh. Dalam rencana pengembangan kota, Karsten menganggap penting keberadaan taman-taman kota serta ruang terbuka, dua hal yang tampaknya saat ini mulai terabaikan. Akibat filosofi ini muncullah gaya arsitektur 'Indisch' yang populer pada masa pra-kemerdekaan.


Semenjak berdirinya Technische Hoogeschool di Bandung (ITB sekarang) Karsten menjadi salah satu pengajarnya. Pada tahun 1941 ia menjadi guru besar. Arsitek generasi pertama Indonesia banyak yang merupakan muridnya.

Secara politis, Karsten adalah orang pro-kemerdekaan, suatu sikap yang hanya diambil oleh sebagian kecil kalangan keturunan Eropa (Indo) pada masanya. Malangnya, ia ditangkap oleh tentara pendudukan Jepang pada tahun 1942 sampai ia meninggal di Kamp Interniran Cimahi 1945. Cita-citanya untuk meninggal di bumi Indonesia tercapai walau harus dalam situasi yang tragis.


Herman Thomas Karsten adalah arsitek lulusan Technische Hoogeschool di Delft yang masuk tahun l904. Karsten dilahirkan pada tahun 1884 di Amsterdam dari keluarga terpelajar. Ayahnya seorang profesor dalam ilmu filsafat dan wakil ketua Chancellor (Pembantu Rektor/Direktur) di Universitas Amsterdam sedang ibunya berasal dari Jawa Tengah. Semasa mahasiswa, sejak tahun pertama, Karsten muda aktif di perkumpulan mahasiswa sosial demokratis (STY = Social- Technische Vereenaging van Democratische Ingenieur en Architecten), yaitu suatu kelompok mahasiswa teknik arsitekur berhaluan demokrasi. Arsitek Herman Thomas karsten membeli biro arsitek milik Henri Maclaine Pont pada tahun 1915, kakak tingkatnya yang dua tahun lebih tua darinya.Tahun 1908 Karsten menjadi anggota pengurus bagian perumahan dari organisasi yang memegang peranan penting dalam masalah perumahan dan perencanaan kota. Padahal pada masa itu pada jurusan Arsitektur di Delft, kurang memperhatikan masalah perumahan maupun perencanaan kota.

Tahun 1913, pengalaman Karsten diperoleh dengan diadakannya Kongres Perumahan Internasional di Schevenigen Belanda yang secara khusus membahas permasalahan kenyamanan perumahan di Indonesia yang buruk, terutama pada sistem sirkulasi udara dan peneraangan alaminya, dengan mengetengahkan kondisi kampung-kampung di Semarang. Pengalaman selanjutnya, kunjungan ke Berlin; dimana Berlin adalah sebuah kota yang sangat maju dalam perencanaan kota dan perumahan. Bidang yang menjadi ajang kiprahnya di Indonesia sama dengan bidang yang menjadi latar belakangnya, yaitu bangunan dan perencanaan kota. Beberapa tahun sebelum Karsten datang ke Indonesia, sudah ada aktivitas~aktivitas lokal dalam perencanaan kota.

Beberapa peristiwa yang dianggap dapat dipakai sebagai tonggak perkembangan perencanaan kota modern di Indonesia, adalah:

Revolusi Industri di Eropa. Hal ini secara tidak langsung memberikan dua pengaruh penting. Pertama, peningkatan kebutuhan bahan mentah, menyebabkan timbulnya kota-kota adininistratur di Indonesia. Kedua, berkemhangnya konsep-konsep perencaan kota modern yang tercetus sebagai tanggapan atas revolusi industri Misalnya konsep “Garden City oleh Ebeneser Howard. Kesemuanya ini juga mempengaruhi Karsten dalam berkarya Indonesia .Politik kulturstelsel menyebabkan berkembangnya perkebunan tanaman keras, dan pula dianggap sebagal awal berkembangnya wilayah pertanian dan kota-kota administratur perkebunan Politik Etis (Etische Politiek). Politik mempunyai dampak bagi perkembangan perencanaan kota di Indonesia, dengan dikembangkannya perbaikan kampung kota (1934) Pengembangan Pranata dan Konstitusi Baru. Terbitnya UU Desentralisasi Decentralisatie Besluit Indisehe Staatblad tahun 1905/137, yang mendasari terbentuknya sistem kotapraja (Staadgemeente) yang bersifat otonom. Hal ini memacu perkembangan konsepsi perencanaan kota kolonial modern, khususnya Garden City atau Tuinstad". Pada pelaksanaan poin 4 (empat) yaitu politik dosentralisasi yang memberikan otoritas kepada daerah dalam pengembangannya, kota-kota mulai berkembang pesat, salah satu penyebabnya adalah tumbuh dan berkembangnya perkebunan dan industrialisasi. Akibatnya, penduduk terlalu padat, keadaan kota semakin buruk, terutama dalam hal sanitasi dan pengadaan air minum. Dalam situasi seperti ini Karsten diangkat manjadi penasihal otoritas 1okal untuk perencanaan kota Semarang, bekerja sama dengan jawatan pekerjaan umum Selain dari pada itu Karsten manjadi bagian dalam kelompok orang-orang Belanda pendukung kemerdekaan untuk Indonesia Karsten sangat memperhatikan kebudayaan penduduk asli, terutama pada arsitektur dan tata ruang Kota Sebagai penasehat, Karsten menyusun suatu paket lengkap untuk perencanaan berbagai kota, dimana didalamnya terdiri dan perencanaan kota (town planning), rencana detail (detail plan) dan peraturan bangunan (building regulation). Di Jawa Karsten merencanakan sembilan dari sembilan belas kota-kota yang mendapat otoritas lokal. Kesembilan kota tersebut adalah Semarang, Bandung, Batavia (Jakarta), Magelang, Malang, Buitenzorg (Bogor), Madiun Cirebon, Meester (Jatinegara), Yogya, Surakarta, dan Purwokerto.

Dalam kiprahnya di Semarang, Karsten menerapkan prinsip perencanaan kola, penzoningan, tingkatan/hirarki jalan-jalan seperti di Eropa. Perencanaannya juga mengacu perencanam pemerintah kota sebelum Karsten datang. Pengaruh Karsten dalam pengembangan kota adalah dengan adanya pembagian lingkungan yang tidak lagi berdasarkan suku, tetapi kelas ekonorni, yaitu tinggi, menengah dan rendah. Dalam perencanaan daerah Candi, Semarang, pengaruh gaya Eropa cukup dorninan terutama konsep "garden city". Hal ini terlihat dengan adanya taman umum dan halaman pada setiap rumah. Untuk perletakan rumah, taman umum dan ruang terbuka, Karsten sejauh mungkin mengikuti keadaan topografi, kemiringan-kemiringan dan belokan-belokan yang ada. Pembagian tanah dan arah jalan yang hanya terdiri dan dua kategori (utama dan sekunder), selain mengikuti keadaan tanah juga dibuat sedemikian rupa sehingga rumah-rumah dan taman-taman umum dapat memiliki pemandangan indah ke laut sebelah utara.

Bagaimana halnya dengan kiprah Karsten di dalam perercanaan dan perancangan bangunan?. Beberapa bangunan yang telah mewarnai arsitetur kota, khususnya kota Semarang adalah gedung SMN (Stoomvart Nederland), sebuah perusahaan pelayaran kolonial, yang dibangun di kawaaan pusat kota - waktu itu den - tahun 1930. Gedung kantor perusahaan kereta api (dahulu benama Zuztermaatschapijen, kemudian, Joana Stroorntraam-Maatchappiej) di jalan MH Thamrin Semarang juga hasil rancangannya. Selain bangunan kantor Karsten juga dalam kerja samanya dengan pernerintah kota, membangun banyak pasar dan museum. Pasar hasil karyanya adalah pasar Jatingaleh (1930), pasas Johar (1933), Pasar Sentral (1936) di Semarang; dan, pasar Ilir di Palembang. Sedangkan museum Sonobudoyo di kompleks kraton Yogyakarta. Karsten juga pernah diserahi tanggungjawab untuk perluasan dan modifikasi kraton Mangukunegoro ke VII di Surakarta (1917-20).

Gedung Zuztermaatschapijen sudah lebih adaptif dengan arsitektur lokal, yaitu arsitektur joglo. Untuk menyelesaikan masalah sirkulasi udara Karsten banyak membuat bukaan (pintu , jendela maupun lubang ventilasi) yang lebarnya sama dengan jarak antar trave-nya Pembukan ini dipadu dengan tinggi plafon yang sangat tinggi (5.44 M untuk ruang-ruang di pinggir, dan l0.44 pada ruang-ruang di tengah).
Perbedaan ketinggian ini sekaligus dimanfaatkan untuk pencahayaan. Untuk jenis bangunan pasar, tiga buah pasar yang ada di Semarang mempunyai keminpan arsitektur antara satu dengan lainnya, sedangkan sebuah lagi di Palembang berbeda.
Pasar Johar merupakan pasar termodern dan terbesar di Indonesia pada waktu itu, letaknya tepat disamping alun-alun Semarang yang merupakan pusat kota pada saat itu (sekarang alun-alun ini sudah tidak ada lagi). Dari segi struktur dikatakan modern karena strukur yang diterapkan di pasar Johar ini adalah terbaru di Indonesia, bahkan di dunia.
Struktur tersebut adalah struktur jamur (mushroom). Arsitek kaliber dunia Frank Lloyd Wright memakai struktur ini untuk karyanya - Johnson Waz Building di Wisconsin (1936). Bedanya, jika Karsten memakai penampang kolom maupun bagian atasnya berbentuk segi delapan maka Frank L.Wright memakai penampang bentuk lingkaran.

Pada masa itu, Karsten berhadapan dengan masalah sdm, terutama skill para ahli teknik. Karsten menginginkan peningkatan dalam pendidikan ahli telnik. Atas inisiatif suatu komite teknik, Karsten mengambil bagian dalam kuliah perencanaan kota di ITB Bandung. Akan tetapi karena invasi Jepang Karsten hanya bertugas sebagai profesor selama enam bulan saja. Pada saat Jepang masuk Indonesia tahun 1945, Karsten meninggal dalam interniran Jepang di Cimahi(ET).

Senin, 04 Juli 2011

Tempatkan Ventilasi Udara pada Bagian Atas Dinding

Ruang menjadi nyaman kalau aliran udaranya lancar. Kecepatan alirannya pun mesti semilir, biar orang nggak masuk angin.
Udara bergerak setiap saat dan mengalir dengan sendirinya. Di dalam rumah, kecepatan angin terasa nikmat jika mengalir pada kecepatan 0,1 - 0,15m/detik. Kecepatan angin lebih rendah membuat udara terasa tidak mengalir sehingga kondisi di ruangan panas dan pengap. Sebaliknya jika aliran udara lebih besar dari ketentuan. Ini akan membuat orang masuk angin.
Jika ingin udara ideal mengalir lancar, kita mesti mengetahui dari mana arah angin yang paling sering menerpa rumah. Dari sini kita dapat menentukan posisi bukaan dan taman sebagai jalan masuk udara.
Untuk mengakali agar angin masuk ke dalam bangunan, salah satunya, dengan memodifikasi temperatur di lingkungan rumah. Tujuannya untuk memancing angin bergerak ke arah bangunan.
Modifikasi dapat dilakukan dengan cara menanam pohon rindang di salah satu sisi dekat bangunan. Fungsinya untuk menyaring dan mendinginkan udara yang mengalir menuju rumah. Lokasi pohon sebaiknya memotong aliran angin yang langsung menerpa bangunan.
Begitu memasuki kaveling rumah, angin biasanya bergerak horizontal. Angin dari luar mengalir ke dalam melalui bukaan-bukaan. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah di mana dan bagaimana menempatkan bukaan-bukaan itu? Bukaan itu, antara lain berupa jendela, lubang angin, pintu, skylight, serta lubang di atap dan plafon.
Jendela sebaiknya ditempatkan saling berhadapan, sehingga arus udara dapat mengalir ke seluruh ruangan. Ini agar arus angin dapat leluasa menjelajahi ruangan tanpa banyak halangan atau belokan. Kecepatannya pun maksimal. Di samping bukaan jendela, yang mendukung kecepatan aliran udara adalah lubang-lubang ventilasi.
Aliran udara ternyata juga ada yang bergerak vertikal. Ini karena bagian atas rumah cenderung lebih panas dari bagian bawah disebabkan pergerakan udara panas ke atas dan pemanasan bangunan oleh sinar matahari. Agar udara panas ini dapat keluar, tempatkan lubang angin di bagian atas rumah. Dengan demikian, udara panas bisa terbuang digantikan udara yang lebih dingin dari bagian bawah rumah. Penempatan lubang angin di atas ini cocok untuk rumah mungil dan rumah berlantai dua atau lebih.

sumber : http://www.ideaonline.co.id/iDEA/Tips/Aplikasi/Tempatkan-Ventilasi-Udara-pada-Bagian-Atas-Dinding

Rabu, 29 Juni 2011

Menara Masjid: Adopsi dari Tradisi Byzantium


Sebuah masjid sepertinya hambar jika tanpa menara. Masjid-masjid jami' di Indonesia hampir selalu mempunyai menara. Padahal, asal tahu saja, menara bukan unsur arsitektur asli bangunan masjid. Masjid Quba sebagai masjid pertama yang dibangun Nabi pun pada awalnya tak mempunyai menara.
Begitu pula ketika masa Islam dipimpin oleh empat serangkai khalifah al-rasyidin, mulai Abu Bakar hingga Ali bin Abu Thalib: masjid-masjid yang dibangun tak bermenara. Hanya saja ada semacam ruang kecil di puncak teras masjid sebagai tempat muazzin mengumandangkan adzan.
Dalam sejarah arsitektur masjid-masjid pertama, bisa dikatakan Khalifah Al-Walid (705-715) dari Bani Umayyah merupakan khalifah yang pertama kali memasukkan unsur menara dalam arsitektur masjid. Khalifah yang punya selera dan kepedulian tinggi dalam rancang bangun arsitektur inilah yang memulakan tradisi menara sebagai salah satu unsur khas pada masjid.
Tradisi membangun menara diawali oleh Khalifah Al-Walid ketika memugar bekas basilika Santo John (Yahya) menjadi sebuah masjid besar, yang kemudian menjadi Masjid Agung Damaskus. Pada bekas basilika tersebut tadinya terdapat dua buah menara yang berfungsi sebagai penunjuk waktu: lonceng pada siang hari dan kerlipan lampu pada malam hari.
Menara itu sendiri merupakan salah satu ciri khas bangunan Byzantium. Rupanya, Khalifah Al-Walid tertarik untuk mempertahankan kedua menara tersebut. Bahkan, kemudian ia membangun sebuah menara lagi di sisi utara pelataran masjid (tepat di atas Gerbang al-Firdaus). Menara ini disebut Menara Utara Masjid Damaskus. Satu tahun kemudian (706 M), Khalifah Al-Walid memugar Masjid Nabawi di Madinah. Masjid ini tadinya tak mempunyai satu pun menara. Al-Walid lalu memerintahkan para arsiteknya untuk membangunkan menara masjid sebagai tempat muadzin untuk mengumandangkan azan.
Bentuk menara pada Masjid Nabawi dan menara utara Masjid Damaskus sangat mirip, terutama pada ornamen kubah puncak menara yang ramping. Yang jelas, pada saat itu kehadiran menara masjid masih merupakan sesuatu yang baru. Bentuk menara seperti menara Masjid Agung Damaskus cukup populer. Bahkan, hingga 250 tahun kemudian, bentuk menara Masjid Nabawi dan Masjid Agung Damaskus ini juga menjadi model tipikal menara Masjid Al-Azhar yang dibangun oleh Dinasti Fatimiyah di Kairo.
Bentuk-bentuk Menara
Pada masa awal perkembangan arsitektur masjid, setidaknya ada beberapa bentuk dasar menara masjid. Tapi yang paling awal, seperti pada menara Masjid Nabawi dan Masjid Damaskus, menara itu tidak berdiri sendiri melainkan menyatu dengan struktur bangunan masjid. Pola seperti ini menyebar ke berbagai penjuru negeri-negeri muslim melintasi dataran Arab hingga ke Andalusia. Namun ada juga menara yang dibangun terpisah dari bangunan utama masjid, seperti menara Masjid Agung Samarra dan menara Masjid Abu Dulaf di wilayah Iraq. 
Ada beberapa bentuk dasar menara masjid: menara klasik, menara variasi, menara segi empat, menara spiral dan menara silinder. Pada menara klasik (classic minaret): lantai dasarnya berbentuk segi empat, naik ke atas menjadi oktagonal (segi delapan) dan kemudian diakhiri dengan tower silinder yang dipuncaki dengan sebuah kubah kecil. Termasuk jenis ini misalnya menara Masjid Mad Chalif di Kairo, yang dibangun pada abad ke-11 masehi semasa pemerintahan Khalifah Al-Hakim dari Dinasti Fatimiyah.
Sementara itu, jenis menara variasi diawali dengan segi empat di bagian bawah, lalu bertransformasi menjadi segi enam yang dihiasi dengan balkon segi delapan. Menara Masjid Al-Azhar termasuk dalam jenis ini.
Sedangkan menara-menara masjid di Iran sebagian besar merupakan menara jenis menara silinder dengan diameter silinder yang semakin mengecil di puncak menara, misalnya menara Masjid Natanz di Iran.
Sementara itu di Aleppo (di wilayah Mediterrania), terdapat tren baru bentuk menara masjid. Menara Masjid Aleppo ini sepenuhnya berbentuk segi empat dari dasar hingga puncak. Menara yang dibangun oleh penguasa Turki Seljuk pada tahun 1089 ini menggunakan batu sebagai material utama. Uniknya, sebagai tren baru, tidak ada kubah di puncak menara. Hasan bin Mufarraj, arsitektur yang merancangnya, memberikan sentuhan baru dengan meletakkan muqarnas di puncak menara setinggi 46 meter ini. Muqarnas tersebut menyerupai galeri dan berfungsi sebagai tempat muadzin.
Masih ada beberapa lagi menara segi empat yang terdapat di wilayah Mediterrania, seperti menara Masjid Agung Sevilla (yang disebut Menara Giralda). Menara ini pernah berfungsi sebagai menara lonceng katederal seiring dengan lahirnya kekuasaan Kristen di Spanyol. Menara segi empat lain terdapat di Masjid Kutubiyyah (dibangun 1125-1130) di Marrakesh, Maroko. Keberadaan menara segi empat pada masjid-masjid tersebut sangat dipengaruhi oleh menara Masjid Qayrawan (35 meter) yang mempunyai tiga undakan segi empat. Hanya saja, ada pengamat arsitektur yang menyebutkan bahwa bentuk menara masjid segi empat ini mengadopsi bentuk mercusuar kuno di Iskandarsyah, Mesir.
Ada sebuah bentuk menara yang jarang diadopsi oleh menara-menara masjid di dunia, yaitu menara spiral. Bentuk khas menara pada masjid-masjid di Samarra ini merupakan tradisi dalam bangunan menara Mesopotamia. Menara Masjid Samarra dan Masjid Dullaf, bahkan hingga sekarang masih tegak berdiri walaupun sudah berusia 1.200 tahun. Padahal, bangunan masjidnya hanya tinggal reruntuhan saja. Bisa dikatakan kedua menara ini sebagai peninggalan arsitektur yang memberikan kesan bahwa perhitungan geometri para arsitek pada masa itu sudah sangat akurat. Masjid lain yang juga memiliki menara spiral adalah Masjid Ibnu Tulun di Fustat, Mesir.
Fungsi Menara
Menara masjid selain berfungsi sebagai tempat bagi muadzin mengumandangkan adzan juga bisa berfungsi ganda seperti halnya mercusuar atau menara pengintai. Hal ini terutama terdapat pada menara-menara masjid yang berada di kota pelabuhan atau tepi sungai. Corak menara Masjid Ribbat Shushah di Tunisia, misalnya, terdapat pada bangunan corak masjid yang sangat mirip sebuah markas militer.
Menara berbentuk silinder ini dibuat dengan gaya yang teramat kokoh untuk sebuah menara yang biasanya berbentuk ramping. Ribbat Shushah, sebagai kota pelabuhan, memanfaatkan menara masjid sebagai sarana untuk melakukan pengamatan lepas pantai dari balkon menara.
Dalam sejarah menara-menara masjid legendaris, masjid-masjid yang dibangun oleh Dinasti Turki Utsmaniyah tercatat memiliki menara yang paling tinggi. Wajar saja, sebab dinasti terakhir dalam kekhilafahan Islam ini sudah mengembangkan teknik konstruksi yang lebih moderen. Menara-menara itu pada umumnya dibangun dengan menerapkan pondasi pasak bumi generasi pertama.
Hasilnya, mereka bisa membangun menara masjid dengan ketinggian lebih dari 70 meter. Sebuah prestasi pada zamannya. Memang, tinggi menara-menara masjid itu masih lebih rendah dibandingkan menara Masjid Nabawi yang 105 meter. Namun, menara masjid Nabawi tersebut sudah merupakan hasil renovasi pemerintah Arab Saudi, yang notabene teknologinya sudah jauh lebih canggih.




Selasa, 21 Juni 2011

Candi Prambanan


Candi Prambanan Merupakan peninggalan Hindu terbesar di kawasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, terletak lebih kurang 17 kilometer di sebelah Timur kota Yogyakarta. Candi Prambanan merupakan kompleks percandian dengan candi induk menghadap ke arah Timur, dengan bentuk secara keseluruhan menyerupai gunungan pada wayang kulit setinggi 47 meter.

Agama Hindu mengenal Tri-Murti, yang terdiri dari Dewa Brahmana sebagai sang Pencipta, Dewa Wishnu sebagai sang Pemelihara dan Dewa Shiwa sebagai sang Perusak.

Bilik utama dari candi induk kompleks candi Prambanan ditempati oleh Dewa Shiwa sebagai Mahadewa sehingga dapat disimpulkan bahwa candi Prambanan mreupakan candi Shiwa.

Candi Prambanan atau candi Shiwa ini juga sering disebut sebagai candi Roro Jonggrang, berkaitan dengan legenda yang menceritakan tentang seorang dara yang jonggrang atau gadis yang jangkung, putrid Prabu (Raja, yang dalam bahasa Jawa sering disebut Ratu) Boko, yang membangun kerajaannya diatas bukit sebalah Selatan kompleks candi Prambanan.

Bagian tepi candi dibatasi dengan pagar langkan, yang dihiasi dengan relief Ramayana yang dapat dinikmati bilamana kita berperadaksina (berjalan mengelilingi candi dengan pusat candi selalu di sebelah kanan kita) melalui lorong itu. Cerita itu berlanjut pada langkan candi Brahma yang terletak di sebelah kiri (sebelah Selatan) candi induk. Sedang pada pagar langakn candi Wishnu yang terletak di sebelah kanan (sebelah Utara) candi induk, terpahat relief cerita Kresnadipayana yang menggambarkan kisah masa kecil Prabu Kresna sebagai penjelmaan (titisan) Dewa Wishnu dalam membasmi keangkaramurkaan yang hendak melanda dunia.

Bilik candi induk yang menghadap ke arah Utara berisi patung Durga, permaisuri Dewa Shiwa, tetapi umumnya masyarakat menyebutnya sebagai patung Roro Jonggrang, yang menurut legenda, patung batu itu sebelumnya adalah tubuh hidup dari purti cantik itu, yang dikutuk oleh ksatria Bandung Bondowoso, untuk melengkapi kesanggupannya menciptakan seribu patung dalam waktu satu malam.

Candi Brahma dan candi Wishnu yang kini sudah selesai pemugarannya masing-masing hanya memiliki 1 buah bilik yang ditempati oleh patung dewa-dewa yang bersangkutan.

Dihadapan ketiga candi dari Dewa Trimurti itu terdapat tiga buah candi yang berisi wahana (kendaraan) ketiga dewa tersebut. Ketiga candi itu kini sudah dipugar dan hanya candi yang ditengah (di depan candi Shiwa) yang masih berisi patung seekor lembu yang bernama Nandi, kendaraan Dewa Shiwa. Patung angsa senagai kendaraan Brahma dan patung garuda sebagai kendaraan Wishnu yang diperkirakan dahulu mengisi bilik-bilik candi yang terletak di hadapan candi kedua Dewa itu, kini telah dipugar.

Keenam candi itu merupakan 2 kelompok yang saling berhadapan, terletak pada sebuah halaman berbentuk bujur sangkar, dengan sisi sepanjang 110 meter.

Didalam halaman masih berdiri candi-candi lain, yaitu 2 buah candi pengapit dengan ketinggian 16 meter yang saling berhadapan, yang sebuah berdiri di sebelah Utara dan yang lain di sebelah Selatan, 4 buah candi kelir dan 4 buah candi sudut.

Halaman dalam yang dianggap masyarakat Hindu sebagai halaman paling sacral ini, terletak di tengah halaman tengah yang mempunyai sisi 222 meter, dan pada mulanya berisi candi-candi perwara sebanyak 224 buah berderet-deret mengelilingi hfalaman dalam 3 baris.

Diluar halaman tengah ini masih terdapat halaman luar yang berbentuk segi empat dengan sisi sepanjang 390 meter.

Kompleks candi Prambanan dibangun oleh Raja-raja Wamca (Diansty) Sanjaya pada abad ke-9 dan kini merupakan obyek wisata yang dapat dikunjungi setiap hari antara pukul 06.00-18.00 WIB. Kompleks candi Prambanan terletak hanya beberapa ratus meter dari jalan raya Yogya-Solo yang ramai dilewati kendaraan umum

Senin, 20 Juni 2011

SNI 2007 Pekerjaan Kayu

SNI 2007 Pekerjaan Dinding

SNI 2007 Pekerjaan Beton

SNI 2007 Pekerjaan Pondasi

Jumat, 03 Juni 2011

Desain Rumah Bambu


Bambu adalah bahan bangunan yang dapat diperbaharui dan banyak tersedia di Indonesia. Dari sekitar 1.250 jenis bambu di dunia, 140 jenis atau 11% nya adalah spesies asli Indonesia. di Indonesia sudah lama memanfaatkan bambu untuk bangunan rumah, perabotan, alat pertanian, kerajinan, alat musik, dan makanan. Namun, bambu belum menjadi prioritas pengembangan dan masih dilihat sebagai "bahan milik kaum miskin yang cepat rusak".
Bambu memiliki kekuatan yang dapat dipersaingkan dengan baja.
Karena kelenturan dan kekuatannya yang tinggi, struktur bambu juga merupakan bangunan tahan gempa.
Pada prinsipnya rumah bambu tahan gempa harus dibuat dengan ketentuan sebagai berikut :
  1. Mengunakan bambu yang sudah tua, sudah diawetkan dan dalam keadaan kering,
  2. Rumah bambu didirikan di atas tanah yang rata ( padat )
  3. Pondasi dan sloof (sloof diangker ke pondasi di setiap jarak 50-100 cm) mengelilingi denah rumah,
  4. Ujung bawah kolom bambu masuk sampai pondasi, diangker dan bagian dalam ujung bawah kolom diisi dengan tulangan dan mortar),
  5. Elemen dinding yang berhubungan dengan sloof atau kolom harus diangker di beberapa tempat,
  6. Di ujung atas kolom diberi balok ring yang mengitari denah bangunan, elemen dinding juga harus di angker dengan balok ring tersebut,
  7. Bila ada bukaan dinding seperti angin-angin, jendela dan pintu, harus diberi perkuatan di sekeliling bukaan tersebut,
  8. Pada setiap pertemuan bagian dinding dengan bagian dinding lainnya, harus ada kolom dan dinding diangker kolom tersebut,
  9. Rangka atap (kuda-kuda) bisa dikonstruksi dengan tumpuan sederhana (sendi-rol), di mana setiap dudukan rangka atap harus diletakkan pada posisinya, dan perlu diangker dengan kolom,
  10. Ikatan angin pada atap harus dipasang di setiap antar kuda-kuda. Ikatan angin ini dipasang pada bidang kemiringan atap di bawah penutup atap, dan pada bidang vertikal diantara dua kuda-kuda.
Kelebihan penggunaan bambu sebagai bahan bangunan :
  1. Bambu dikenal sebagai bahan bangunan yang dapat diperbarui
  2. Tidak perlu menggunakan tenaga terdidik,
  3. Cukup menggunakan alat-alat sederhana yang mudah didapat di sekitar kita,
  4. Cukup nyaman tinggal di dalam rumah bambu,
  5. Masa konstruksi sangat singkat,
  6. Biaya konstruksi murah.
Di samping kelebihan di atas, bangunan bambu mempunyai kekurangan antara lain :
  • Belum hilangnya konotasi di masyarakat bahwa bambu dikenal sebagai bahan bangunannya orang miskin,
  • Hampir tidak ada fasilitas kredit dari perbankan, karena kurang yakinnya pihak perbankan,
  • Belum ada standar nasional rumah bambu.
Keawetan bahan bangunan bambu adalah kombinasi dari pengawetan dan desain bangunan itu sendiri. Pengawetan melindungi bangunan bambu dari musuh biologis yakni kumbang bubuk, rayap dan jamur. Sedangkan desain bambu juga haruslah bersahabat dengan bahan bambu dan mampu melindungi bambu dari kelembaban, air hujan serta panas matahari terik yang dapat merusak fisik bambu.

Beberapa jenis bambu yang sering digunakan untuk bangunan bambu adalah:

  1. Bambu petung/betung. diameter yang dapat mencapai lebih dari 20 cm. Dapat tumbuh hingga lebih 25 meter. Bambu petung banyak digunakan untuk tiang atau penyangga bangunan. Juga sering di belah untuk keperluan reng/usuk bangunan. Bambu petung yang paling umum ada dua jenis yakni petung hijau dan petung hitam.
  2. Bambu hitam atau bambu wulung. Banyak tumbuh di jawa dan sumatra. dapat mencapai dimeter hingga 14 cm dan tinggi lebih dari 20 meter. Banyak digunakan sebagai bahan bangunan dan perabot bambu karena relatif lebih tahan terhadap hama.
  3. Bambu apus atau tali. banyak digunakan sebagai komponen atap dan dinding pada bangunan. Diameter antara 4 hingga 10 cm. Juga sangat cocok untuk mebel dan kerajinan tangan.

Senin, 21 Maret 2011

Mario Botta


Mario Botta adalah tokoh arsitek pembaharu dan pendobrak mode Eropa yang lahir di Mendrisio Swiss tahun 1943, karya-karyanya seringkali dikaitkan dengan Post-Modernism.
Latar Belakang Budaya
Negara Swiss sebagai suatu negara asal Mario Botta merupakan suatu phenomena kultural tersendiri. Negara itu berdasar budaya dan bahasa "terbelah" menjadi dua kutub : Germany dan Roman (Italia dan Perancis). Dalam sejarah rancang bangunan, kedua geografi kultural itu tidak hanya berlainan posisi demografis, tetapi mengakar dan mewujud dalam representasi dan pernyataan gubahan bentuk. Swiss bagian utara mendapat aksen Germany yang sangaat kuat dengan arah dan orientasi yang kuat pada transformasi tradisional ke rasional, pengakuan individual dan industrial. Sementara di Selatan, corak bangunan sangat dipengaruhi oleh keragaman sumber yang kaya akan kemungkinan dan kebutuhan untuk mencari representasi kolektif tipologik.
Selatan Swiss lebih terbuka dan hangat secara sosial. Pada lanskap dan topografi bangunannya, Utara dan Selatan Swiss tidak mudah dapat dibedakan melalui suatu generalisasi. Sebab disana-sini terdapat banyak "interfaces" dan
kerangka dasar yang sama oleh sistem pendidikan (ETH Zurich dan Laussane) juga oleh Peraturan Bangunan (Building Codes); meskipun dari satu Kantoon ke yang lainnya ada beberapa perbedaan.
Bagi Sejarah Seni Bangunan, Swiss pada Abad ke 20 bukanlah negeri yang tidak dikenal sebagai panggung yang memikat pelajar dan praktisi rancang bangunan. Hannes Meyer (1889-1954) yang pernah memimpin Bauhaus yang terkenal itu. merupakan putra Swiss. idea modern dalam seni bangunan masih merupakan tradisi tersendiri di Swiss. Kelanjutan tradisi modernistik dalam seni bangunan tidak menyurut, tetapi hingga kini berlanjut. Yang sangat menarik, Mario Botta berada pada posisi berkarya di antara kebutuhan dan pengaruh yang kuat: "Modernisme" dan "Historisme" khususnya dalam konteks warisan prinsip seni bangunan Palladian.Representasi yang kuat dari yang terakhir ini dipelopori oleh Bruno Reichlin dan Fabio Reinhart ; yang merupakan kolega dekat Mario Botta dalam apa yang kemudian dikenal sebagai Aliran Tessin. Corak bangunan Palladian memiliki kontinuitas yang kuat di Italia Utara termasuk Swiss; dari Palladio akhir Abad 16, dilanjutkan oleh Scamozi pada awal abad 17, kemudian Lord Burlington di Inggris pertengahan Abad ke 18, hingga puncaknya pada Durand di awal Abad ke 19. Dalam beberapa hal rancang bangun, Mario Botta sangat kuat menganut gubahan geometri abstrak
yang kuat sebagaimana para arsitek modern sejak 1920-an; khususnya Le Corbusier. Sekalipun demikian Botta tidaklah cenderung pada Eklektisme pada seni bangunan klasik seperti oleh Andrea Paladio pada Abad ke 16.
Dari Casa Cadenazzo hingga Casa Rotonda: Debut Botta
Pada awal masa kiprahnya sebagai arsitek, Mario Botta semula dikenal sebagai arsitek rumah tinggal. Botta membangun rumah-rumah tinggal di: Cadenazzo , Riva San Vitale dan Ligornetto. Setelah menamatkan pendidikan arsitektur di Milan dan Venezia, Botta melengkapi debutnya sebagai arsitek terkenal Eropa dengan Rumah Tinggal: Casa rotonda 1980-82 di Stabio. Tentang hunian, Botta punya idea tersendiri yang tampaknya bertentangan dengan Giorgio Grassi yang menuntut hubungan harmoni melalui suatu nilai kolektif suatu bentuk
diantara masyarakatnya. Sementara, Botta justru sebaliknya, mengundang suatu "interplay" antara luar dan dalam yang mampu menghasilkan suatu jalinan kerjasama melalui "redefinisi bentuk" yang sudah dikenal. Botta
tidak segan-segan memberi tempat pada keragaman tuntutan nilai dari perorangan dan eksperimen bentuk dengan tidak menafikan kepentingan kolektif untuk keseragaman dan rasionalitas.
Disain rumah hunian yang dimulainya sejak tahun 1961, merupakan suatu penjelajahan segala kemungkinan.Kesimpulan sementara yang diperolehnya ternyata tipologi hunian untuk keluarga tidak nampak lagi.
Botta tidak putus asa, namun terus mencari pendefinisian kembali unsur-unsur tradisional rancang bangunan. Idea Casa Rotunda merupakan gubahan yang sama sekali lain dan menggugah citra rasa historik . Bentuk cylindric yang dipilihnya untuk Casa Rotonda mengingatkan orang pada Menara Hunian Abad Pertengahan. Casa ini bukan hanya punya konteks historik pada daerah Tesin, tetapi sangat sensitif mengakomodasi iklimnya. Teriknya matahari ditanggulangi oleh dinding yang tegar dan masif, sementara pemandangan ke lembah Tesin dibuka dengan jendela dan teras yang optimum dengan komposisi yang dramatik.
Aliran Tessin dan Botta
Di dalam konteks seni bangunan kontemporer dunia dan khususnya Eropa, Mario Botta sendiri merupakan suatu pribadi yang kuat; tercermin dalam rancang bangunnya dengan gubahan variasi volume dan bidang geometrik .
Kekuatan rancang bangunan Botta cenderung pada permainan bidang dan kekuatan volume bentuk dan ruang yang pernah dieksploitasi oleh Le Corbusier, Louis I Khan dan Luigi Snozzi. Hal ini tidak mengherankan mengingat mereka pernah bertemu dan magang singkat. Pada le Corbusier, Botta pernah magang untuk membangun sebuah Rumah Sakit di Venezia . Pengaruh Corbusier nampak kuat pada penggunaan volume kantilever hanya nampak pada awal-awal kariernya; khususnya pada Rumah Tinggal di Stabio. Sementara pengaruh Kahn mempengaruhi banyak karyanya. Echo dari Gedung Parlemen Kahn di Dacca, Bangladesh terlihat pula pada Rumah Tinggal di Cadenazzo ; bukaan lingkaran besar yang kuat menjadi kharakter tersendiri yang memperkuat komposisi bentuk volumenya. Snozzi bersama dengan Ivano Gianola, Livio Vacchini, Bruno Reichlin, Fabio Reinhart dan Michael Adler dikenal sebagai tokoh-tokoh Tecinese School (l'Ecole tessinoise). Dalam geografi seni bangunan Eropa, Aliran ini kuat memperagakan rancangan kontekstual dengan citra rasa kesejarahan setempat. Morphologi kota dan tipologi bangunan menjadi bagian penting dari theori urbanism Aliran Tesini ini.

Di Eropa pada khususnya dan Dunia pada umumnya, Mario Botta adalah arsitek ujung tombak dari Swiss yang membawa citra budaya bangunan dengan estetika klasik yang enerjik. Pengalaman estetik yang ditawarkan oleh karya-karya Mario Botta kaya dengan informasi dan semacam "hubungan" ke karya-karya seni bangunan klasik sepertiAlberti, Serlio dan Paladio. Sekalipun demikian, karya-karya Botta tidak terjebak pada repetisi klise. Sebaliknya, kekuatan rancang bangunan Botta berbicara mengenai re-definisi sejarah lebih melalui variasi bentuk geometri yang kuat dengan pengulangan pola tebal pada bidang-bidangnya. Semua merujuk
pada keutuhan komposisi dialokl antara keras-lembut, padat-tranparan dst.

Katedral Evry: Urbanisme Botta
rancang bangunan Mario Botta membuka bidang-bidang dinding melalui bentuk dasar geometri yang kuat. Salah satunya, Botha mengolah bukaan-bukaan yang dramatik dan kuat. 
Botta dalam merancang tidak menampakkan lelah bereksperimen dengan bahan bahan yang sangat dikuasainya dengan baik : "pola batu bata". Kekayaan pengalaman estetik yang dihasilkan oleh karya-karya Mario Botta terbangun oleh kekuatan pribadi rancangan yang tidak kompromistik. Dinding yang tegas tak berjendela atau bukaan yang dramatik oleh komposisi bidang yang kontras merupakan contoh-contoh bagaimana pernyataan rancang bangun tampil ke publik.Karya Botha juga tak lepas dari kritik. Diantaranya (yang paling keras) berasal dari Nold Egenter, seorang antropolog Swiss (negenter@worldcom.ch), yang dengan sengit mengkritik Museum San FranciscoMuseum of Modern Art; karena berskala gigantik dan tidak ramah mengakomodasi ruang publik untuk masyarakat.

Arsitektur Tradisional Bali



Arsitektur Tradisional Bali
Arsitektur tradisional Bali dapat diartikan sebagai tata ruang dari wadah kehidupan masyarakat Bali yang telah berkembang secara turun-temurun dengan segala aturan-aturan yang diwarisi dari jaman dahulu, sampai pada perkembangan satu wujud dengan ciri-ciri fisik yang terungkap pada rontal Asta Kosala-KosaliAsta Patali dan lainnya, sampai pada penyesuaian-penyesuaian oleh para undagi yang masih selaras dengan petunjuk-petunjuk dimaksud.
Arsitektur tradisional Bali yang kita kenal, mempunyai konsep-konsep dasar yang mempengaruhi tata nilai ruangnya. Konsep dasar tersebut adalah:
  • Konsep hirarki ruang, Tri Loka atau Tri Angga
  • Konsep orientasi kosmologi, Nawa Sanga atau Sanga Mandala
  • Konsep keseimbangan kosmologi, Manik Ring Cucupu
  • Konsep proporsi dan skala manusia
  • Konsep courtOpen air
  • Konsep kejujuran bahan bangunan
Tri Angga adalah konsep dasar yang erat hubungannya dengan perencanaan arsitektur, yang merupakan asal-usul Tri Hita Kirana. Konsep Tri Angga membagi segala sesuatu menjadi tiga komponen atau zone:
  • Nista (bawah, kotor, kaki),
  • Madya (tengah, netral, badan) dan
  • Utama (atas, murni, kepala)
Ada tiga buah sumbu yang digunakan sebagai pedoman penataan bangunan di Bali, sumbu-sumbu itu antara lain:
  • Sumbu kosmos BhurBhuwah dan Swah (hidrosfir, litosfir dan atmosfir)
  • Sumbu ritual kangin-kauh (terbit dan terbenamnya matahari)
  • Sumbu natural Kaja-Kelod (gunung dan laut)
Dari sumbu-sumbu tersebut, masyarakat Bali mengenal konsep orientasi kosmologikal, Nawa Sanga atau Sanga Mandala. Transformasi fisik dari konsep ini pada perancangan arsitektur, merupakan acuan pada penataan ruang hunian tipikal di Bali


Bangunan Hunian

Hunian pada masyarakat Bali, ditata menurut konsep Tri Hita Karana. Orientasi yang digunakan menggunakan pedoman-pedoman seperti tersebut diatas. Sudut utara-timur adalah tempat yang suci, digunakan sebagai tempat pemujaan, Pamerajan (sebagai pura keluarga). Sebaliknya sudut barat-selatan merupakan sudut yang terendah dalam tata-nilai rumah, merupakan arah masuk ke hunian.
Pada pintu masuk (angkul-angkul) terdapat tembok yang dinamakan aling-aling, yang tidak saja berfungsi sebagai penghalang pandangan ke arah dalam (untuk memberikan privasi), tetapi juga digunakan sebagai penolak pengaruh-pengaruh jahat/jelek. Pada bagian ini terdapat bangunan Jineng (lumbung padi) dan paon (dapur). Berturut-turut terdapat bangunan-bangunan bale tiang sangah, bale sikepat/semanggen dan Umah meten. Tiga bangunan (bale tiang sanga, bale sikepat, bale sekenam) merupakan bangunan terbuka.
Ditengah-tengah hunian terdapat natah (court garden) yang merupakan pusat dari hunian. Umah Meten untuk ruang tidur kepala keluarga, atau anak gadis. Umah meten merupakan bangunan mempunyai empat buah dinding, sesuai dengan fungsinya yang memerlukan keamanan tinggi dibandingkan ruang-ruang lain (tempat barang-barang penting & berharga).
Hunian tipikal pada masyarakat Bali ini, biasanya mempunyai pembatas yang berupa pagar yang mengelilingi bangunan/ruang-ruang tersebut diatas.


Kajian Ruang Luar dan Ruang Dalam

Mengamati hunian tradisional Bali, sangat berbeda dengan hunian pada umumnya. Hunian tunggal tradisional Bali terdiri dari beberapa masa yang mengelilingi sebuah ruang terbuka. Gugusan masa tersebut dilingkup oleh sebuah tembok/dinding keliling. Dinding pagar inilah yang membatasi alam yang tak terhingga menjadi suatu ruang yang oleh Yoshinobu Ashihara disebut sebagai ruang luar. Jadi halaman di dalam hunian masyarakat Bali adalah sebuah ruang luar. Konsep pagar keliling dengan masa-masa di dalamnya memperlihatkan adanya kemiripan antara konsep Bali dengan dengan konsep ruang luar di Jepang. Konsep pagar keliling yang tidak terlalu tinggi ini juga sering digunakan dalam usaha untuk “meminjam” unsur alam ke dalam bangunan.
Masa-masa seperti Uma meten, bale tiang sanga, bale sikepat, bale sekenam, lumbung dan paon adalah masa bangunan yang karena beratap, mempunyai ruang dalam. Masa-masa tersebut mempunyai 3 unsur kuat pembentuk ruang yaitu elemen lantai, dinding dan atap (pada bale tiang sanga, bale sikepat maupun bale sekenam dinding hanya 2 sisi saja, sedang yang memiliki empat dinding penuh hanyalah uma meten).
Keberadaan tatanan uma meten, bale tiang sanga, bale sikepat dan bale sekenammembentuk suatu ruang pengikat yang kuat sekali yang disebut natah. Ruang pengikat ini dengan sendirinya merupakan ruang luar. Sebagai ruang luar pengikat yang sangat kuat, daerah ini sesuai dengan sifat yang diembannya, sebagai pusat orientasi dan pusat sirkulasi.
Pada saat tertentu natah digunakan sebagai ruang tamu sementara, pada saat diadakan upacara adat, dan fungsi natah sebagai ruang luar berubah, karena pada saat itu daerah ini ditutup atap sementara/darurat. Sifat Natah berubah dari ‘ruang luar’ menjadi ‘ruang dalam’ karena hadirnya elemen ketiga (atap) ini. Elemen pembentuk ruang lainnya adalah lantai tentu, dan dinding yang dibentuk oleh ke-empat masa yang mengelilinginya. Secara harafiah elemen dinding yang ada adalah elemen dinding dari bale tiang sanga, bale sikepat dan bale sekenam yang terjauh jaraknya dari pusat natah. Apabila keadaan ini terjadi, maka adalah sangat menarik, karena keempat masa yang mengelilinginya ditambah dengan natah (yang menjadi ruang tamu) akan menjadi sebuah hunian besar dan lengkap seperti hunian yang dijumpai sekarang. Keempatnya ditambah natah akan menjadi suatu ‘ruang dalam’ yang ‘satu’, dengan paon dan lumbung adalah fungsi service dan pamerajan tetap sebagai daerah yang ditinggikan. Daerah pamerajan juga merupakan suatu ruang luar yang kuat, karena hadirnya elemen dinding yang membatasinya.


Kajian Ruang Positif dan Ruang Negatif

Sebagai satu-satunya jalan masuk menuju ke hunian, angkul-angkul berfungsi sebagai gerbang penerima. Kemudian orang akan dihadapkan pada dinding yang menghalangi pandangan dan dibelokan ke arah sembilan-puluh derajat. Keberadaan dinding ini (aling-aling), dilihat dari posisinya merupakan sebuah penghalang visual, dimana ke-privaci-an terjaga. Hadirnya aling-aling ini, menutup bukaan yang disebabkan oleh adanya pintu masuk. Sehingga dilihat dari dalam hunian, tidak ada perembesan dan penembusan ruang. Keberadaan aling-aling ini memperkuat sifat ruang positip yang ditimbulkan oleh adanya dinding keliling yang disebut oleh orang Bali sebagai penyengker. Ruang di dalam penyengker, adalah ruang dimana penghuni beraktifitas. Adanya aktifitas dan kegiatan manusia dalam suatu ruang disebut sebagai ruang positip. Penyengker adalah batas antara ruang positip dan ruang negatip.
Dilihat dari kedudukannya dalam nawa-sanga, “natah” berlokasi di daerah madya-ning-madya, suatu daerah yang sangat “manusia”. Apalagi kalau dilihat dari fungsinya sebagai pusat orientasi dan pusat sirkulasi, maka natah adalah ruang positip. Pada natah inilah semua aktifitas manusia memusat, seperti apa yang dianalisa Ashihara sebagai suatu centripetal order.
Pada daerah pamerajan, daerah ini dikelilingi oleh penyengker (keliling), sehingga daerah ini telah diberi “frame” untuk menjadi sebuah ruang dengan batas-batas lantai dan dinding serta menjadi ‘ruang-luar’ dengan ketidak-hadiran elemen atap di sana.Nilai sebagai ruang positip, adalah adanya kegiatan penghuni melakukan aktifitasnya disana.
Pamerajan atau sanggah, adalah bangunan paling awal dibangun, sedang daerah public dan bangunan service (paon, lumbung dan aling-aling) dibangun paling akhir.
Proses ini menunjukan suatu pembentukan berulang suatu ruang-positip; dimana ruang positip pertama kali dibuat (Pamerajan atau sanggah), ruang diluarnya adalah ruang-negatip. Kemudian ruang-negatip tersebut diberi ‘frame’ untuk menjadi sebuah ruang-positip baru. Pada ruang positip baru inilah hadir masa-masa uma meten, bale tiang sanga, pengijeng, bale sikepat, bale sekenam, lumbung, paon dan lain-lain. Kegiatan serta aktifitas manusia terjadi pada ruang positip baru ini.


Konsistensi dan Konsekuensi

Tidak seperti di beberapa belahan bumi yang lain dimana sebuah bangunan (rumah, tempat ibadah) berada dalam satu atap, di Bali yang disebut sebuah bangunan hunian adalah sebuah halaman yang dikelilingi dinding pembatas pagar dari batu bata dimana didalamnya berisi unit-unit atau bagian-bagian bangunan terpisah yang masing-masing mempunyai fungsi sendiri-sendiri. Sebuah hunian di Bali, sama dengan dibeberapa bagian dunia yang lain mempunyai fungsi-fungsi seperti tempat tidur, tempat bekerja, tempat memasak, tempat menyimpan barang (berharga dan makanan), tempat berkomunikasi, tempat berdoa dan lain-lain. Ruang-ruang, sebagai wadah suatu kegiatan contoh untuk aktivitas tidur, di Bali merupakan sebuah bangunan yang berdiri sendiri.Sedang dilain pihak secara umum sebuah ruang tidur merupakan bagian sebuah bangunan.Ruang tidur adalah bagian dari ruang-dalam atau interior. Uma meten, Bale sikepat, Bale sekenam, Paon merupakan massa bangunan yang berdiri sendiri. Menurut Yoshinobu Ashihara ruang-dalam adalah ruang dibawah atap, sehingga Uma meten dan lain-lain adalah juga ruang-dalam atau interior.Ruang diluar bangunan tersebut (natah) adalah ruang luar, karena kehadirannya yang tanpa atap. Apabila bagian-bagian bangunan Hunian Bali dikaji dengan kaidah-kaidah ‘Ruang luar-Ruang dalam’, terutama juga apabila bagian-bagian hunian Bali dilihat sebagai massa per massa yang berdiri sendiri, maka adalah konsekuensi apabila pusat orientasi sebuah hunian adalah ruang luar (natah) yang juga pusat sirkulasi.Pada kenyataannya ruang ini adalah bagian utama (yang bersifat ‘manusia’) dari hunian Bali.
Apabila dikaji dari rumusan suatu hunian, maka natah adalah bagian dari aktifitas utama sebuah hunian yang sudah selayaknya merupakan bagian dari aktivitas ruang-dalam atau interior. Kemudian apabila dikaitkan dengan keberadaan bale sikepat, bale sekenam dan bale tiang sanga yang hanya memiliki dinding dikedua sisinya saja, serta posisi masing-masing dinding yang ‘membuka’ ke arah natah jelaslah terjadi sebuah ruang yang menyatu. Sebuah ruang besar yang menyatukan uma meten disatu sisi dan bale tiang sanga, bale sikepat, bale sekenam serta natah yang layaknya sebuah hunian. Hunian yang sama dengan yang ada pada masa kini, dimana bale-bale adalah ruang tidur, natah adalah ruang tempat berkumpul yang bisa disebut sebagai ruang keluarga. Apabila dikaitkan lebih jauh, jika kegiatan paon (dapur) bisa disamakan dengan kegiatan memasak dan ruang makan, maka hunian Bali, teryata identik dengan hunian-hunian berbentuk flat pada hunian orang Barat.
Kajian terhadap hunian Bali ini, apabila hunian tersebut dipandang sebagai satu kesatuan utuh rumah tinggal, konsekuensinya adalah ruang didalam penyengker (dinding batas) adalah ruang-dalam. Bangunan dalam hunian Bali tidak dilihat sebagai massa tetapi harus dilihat sebagai ruang didalam ruang. Apalagi bila dilihat kehadiran dinding-dinding pada bale tiang sanga, bale sikepat maupun sekenam yang ‘membuka’ kearah yang me-enclose ruang, maka keadaan ini memperkuat kehadiran nuansa ruang-dalam atau interior pada hunian tradisional Bali. Dengan kondisi demikian maka penyengker adalah batas antara ruang-dalam dan ruang-luar (jalan desa). Hal ini ternyata memiliki kesamaan dengan pola yang ada di Jepang, yang oleh Ashihara (1970) dinyatakan:
Pada kajian ini terlihat adanya kesamaan sifat halaman sebagai ruang-dalam atau interior pada hunian arsitektur tradisional Bali maupun arsitektur tradisional Jepang. Meskipun pada hunian Bali kesan ruang-dalam lebih terasa dan jelas dibandingkan dengan hunian Jepang.
Kajian ini semakin menarik apabila dikaitkan dengan teori Yoshinubo Ashihara diatas; bahwa ruang-luar adalah ruang yang terjadi dengan membatasi alam yang tak terhingga (dengan batas/pagar dll) dan juga ruang-luar adalah ruang dimana elemen ketiga dari ruang (yaitu atap) tidak ada. Dilain pihak ruang-dalam adalah lawan dari ruang-luar (dimana terdapat elemen ruang yang lengkap yaitu alas, dinding dan atap). Maka pada kasus hunian, teori Yoshinobu Ashihara ternyata saling bertentangan. Baik pertentangan antara ruang-luar terhadap ruang-dalam dikaitkan dengan terjadinya maupun keterkaitan dengan elemen alas, dinding dan atap.

Sabtu, 19 Maret 2011

Taman Diatas Atap ( Roof Garden )


Untuk membantu mencegah atau mengurangi tingkat kelajuan pemanasan global, menambah ruang terbuka hijau  dengan membuat taman diatas atap rumah, gedung bertingkat, hotel maupun perkantoran adalah salah satu cara yang efektif. Meski kondisi dikawasan perkotaan sebagian besar diisi oleh gedung bertingkat, para desainer (arsitek, maupun arsitek landscape) harus menciptakan ruang terbuka hijau untuk menambah tanaman yang telah diambil alih ketika gedung tersebut dibangun.
Dengan membuat taman diatas atap, gedung-gedung bertingkat tetap bisa memiliki ruang terbuka hijau, karena ada efisiensi ruang. Taman diatas atap (roof garden) merupakan sebagai salah satu alternatif penghijauan untuk meningkatkan kualitas kesehatan lingkungan dikota besar. Saat ini, baru beberapa hotel berbintang di Jakarta Pusat yang memiliki taman diatas atap (roof garden).
Pembuatan taman diatas atap (roof garden) memang tidak murah dan membutuhkan struktur dan konstruksi atap yang spesifik. Bahkan untuk hasil yang optimal, konstruksi atap untuk taman didesain sejak awal, sebelum gedung itu dibangun. Namun investasi ini bisa kembali dalam beberapa tahun kemudian, karena biaya untuk listrik pendingin udara berkurang, serta nilai ekonomis bangunan bertambah.
Sebuah rumah sakit swasta di Singapura berhasil menurunkan konsumsi listrik sampai 50 persen, setelah membuat taman diatas atap (roof garden). Meskipun taman atap itu hanya berupa tanaman tomat, yang diletakkan di dalam pot menutupi seluruh atap. Keuntungan lain, rumah sakit itu tidak perlu membeli tomat lagi.
Selain menambah keteduhan, taman diatas atap (roof garden) juga bisa dimanfaatkan untuk menyerap gas-gas beracun. Misalnya bambu atau palem dapat menyerap gas formalin dan bensin. Sedangkan tanaman bakung, selain menyerap gas formalin dan bensin, juga menyerap alkohol dan aseton yang dihasilkan cat dan sebagainya. Tanaman rambat juga berfungsi untuk menyerap gas asetat, amonia, dan gas lainnya. Karena fungsi ini, tanaman rambat banyak dipakai untuk taman diatas atap (roof garden) di luar negeri seperti Singapura dan Jepang.
Cara Membangun Taman Diatas Atap
Sebelum membuat taman di atas gedung, pertimbangkan dulu konstruksi atap bangunan. Apakah memang didesain untuk mendukung beban media tanam berupa tanah dan pepohonan yang akan ditanam di atasnya atau tidak. Pasalnya, taman diatas atap (roof garden) harus didukung struktur dan konstruksi atap yang kuat.
Keberadaan taman diatas atap (roof garden) akan menimbulkan bertambahnya beban. Timbunan tanah dan tanaman akan menambah beban mati, beban angin, dan tambahan beban air pada atap bangunan. Gedung tersebut harus memiliki sistem drainase yang berfungsi baik.
Jika jenis tanaman perdu yang akan ditanam, dia memperhitungkan beban atap akan bertambah sekitar 650 Kg/m2. Ditambah lagi untuk beban hidup sesuai aktivitas pada taman atap itu. Misalnya, 400 Kg/m2 untuk olahraga, 500 Kg/m2 untuk pesta dan dansa, serta 250 Kg/m2 untuk restoran.
Untuk menanam pohon berukuran besar, pelat lantai lokasi harus didukung kolom struktural agar pelat beton tidak runtuh. Selain itu, perlu dibuat dinding penahan tanah karena pohon memerlukan ketebalan tanah yang cukup, atau membuat lubang pada atap bangunan, di bawah pohon.
Konstruksi atap rawan kebocoran, sehingga harus dilengkapi saluran pembuangan air. Lapisan drainase seperti kerikil, pasir, dan batu apung perlu ditambahkan agar air mudah mengalir ke lubang saluran pembuangan. Filter terbuat dari geo textile atau ijuk berfungsi mengalirkan air ke bawah tetapi menahan butiran tanah agar tidak menyumbat lubang pembuangan.
Untuk mencegah kerusakan lapisan kedap air (water proof layer), lapisan penahan harus ditambah agar akar tanaman tidak merusak lapisan kedap air dan beton di bawahnya.
Karena tanaman diatas atap terkena sinar matahari secara langsung dan tiupan angin yang lebih kencang, penyiraman harus dilakukan secara berkala. Sehingga perlu penyemprotan air bisa dilakukan secara manual atau otomatis.
Untuk media tanam, formulanya harus ringan namun memiliki kemampuan menyediakan zat hara dan kelembaban. Misalnya, dengan mencampurkan pasir dengan serutan kayu ditambah lapisan kulit pinus serta pupuk. Kedalaman media tanam untuk rumput membutuhkan 20 sampai 30 sentimeter, begitu juga tanaman penutup. Sementara itu, semak dan pohon kecil membutuhkan kedalaman 60-105 sentimeter. Pohon besar perlu kedalaman hampir 2 meter.
CARA PEMBUATAN
Struktur Taman Atap
struktur lapisan taman atap


Untuk membuat taman ata, tentu saja bagian atap kita dipersiapkan untuk mewujudkannya. Atap dak didesain sedemikian rupa dengan kedalaman antara 30-50 cm dengan dibatasi dinding sesuai dengan kedalamannya. Setelah siap semua berikut ini adalah beberapa lapisan yang dibutuhkan untuk melindungi ruang di dalam bangunan dan sebagai media tanam untuk tanaman yang akan letakkan pada bagian atas bangunan.

Lapisan dak
Lapisan yang paling bawah atau tepat di atas dak adalah lapisan pelindung utama. Seperti contoh di atas adalah lapisan Kingspan Envirodek®.
Waterproofing
Lapisan kedua adalah waterproofingWaterproofing terdiri dari 2 jenis, yaitu jenis membrane atau lembaran dan screed yang berupa cairan layaknya kita mengecat dinding.

Protection layer
Protection layer adalah lapisan pelindung ketiga dari dak yang ada di atas ruang rumah kita.
Drainage layer
Drainage layer merupakan lapisan drainase untuk aliran air yang ada di area tanam

Filter Fabric
Filter fabric atau geotextile adalah lapisan penyaring dari air. Untuk di kolam lapisan ini diperuntukkan sebagai penyaring kotoran tanah agar tidak naik ke permukaan air dan membuat keruh air yang ada di kolam.









Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More