Follow This Blog

Minggu, 28 Maret 2010

Wijanarka, Peduli Lingkungan Lewat Arsitektur



C Anto Saptowalyono

Peduli lingkungan bisa diwujudkan melalui berbagai cara. Wijanarka, dosen arsitektur Universitas Palangkaraya, Kalimantan Tengah, menunjukkannya lewat karya desain. Hasilnya berupa rancangan rumah maupun tata kota.
Menimbang beberapa tahun terakhir Kalimantan Tengah mengalami bencana kabut asap, tim Jurusan Arsitektur Fakultas Teknik Universitas Palangkaraya yang dipimpin Wijanarka mendesain jendela multifungsi. Jendela itu mampu meminimalkan masuknya asap ke dalam rumah.
Jendela multifungsi terdiri atas ventilasi bawah, lubang jendela, dan ventilasi atas. Di sisi dalam, tiga bagian itu dipasangi panel kaca. Panel kaca ini dapat dibuka atau ditutup sesuai tingkat kepekatan asap di luar rumah, tanpa mengganggu pencahayaan dalam ruangan.
Ventilasi bawah yang melekat pada jendela multifungsi juga melancarkan sirkulasi udara. Ventilasi bawah ini perlu sebab udara segar yang suhunya lebih rendah selalu berada dekat permukaan tanah karena bobotnya lebih berat.
Sebaliknya, udara yang sudah mengalami pemanasan berada di atas karena bobotnya lebih ringan. Dengan memasang jendela multifungsi, udara segar dari luar rumah dapat masuk lewat ventilasi bawah dan keluar lewat ventilasi atas.
Lancarnya sirkulasi udara tersebut menjamin kesejukan ruangan. Rumah yang memasang jendela multifungsi pun menjadi ramah lingkungan sekaligus hemat energi. Apalagi, belakangan ini dia melihat kecenderungan bangunan baru seolah ”memaksa” penggunaan air conditioning (AC). Ini tercermin dari minimnya lubang ventilasi untuk mengatur kesejukan ruangan.
Seiring langkanya kayu ulin, sekarang di Kalteng juga mulai banyak rumah beratap metal. Kondisi ini mengakibatkan suhu ruangan tidak sesejuk rumah beratap sirap.
”Saya tidak mematenkan jendela multifungsi ini. Semua bisa mengadopsi desain ini,” kata Wijanarka.
Bahkan, dia juga dengan senang hati memajang jendela multifungsi pada pameran di atrium Mal Palangkaraya agar dikenal khalayak.
Berwawasan lingkungan
Jendela multifungsi hanyalah satu dari sekian karya Wijanarka. Lelaki kelahiran Semarang tahun 1971 ini juga dimintai masukannya oleh beberapa pemerintah kabupaten/kota untuk membuatkan peta tata ruang kota. Beberapa daerah yang meminta masukannya adalah Kabupaten Seruyan, Kabupaten Gunung Mas, dan Kabupaten Lamandau.
Wijanarka juga diminta membantu merevitalisasi kota tua Pahandut, cikal bakal Kota Palangkarya. Dia juga yang membuatkan rancangan teknik kawasan Jalan G Obos dan Menteng Baru di Kota Palangkaraya.
Dalam mendesain, Wijanarka mengedepankan rancangan berwawasan lingkungan sesuai karakteristik setempat. Untuk Kuala Pembuang, ibu kota Kabupaten Seruyan, misalnya, dia mengenalkan konsep kota kanal.
Konsep ini dia tawarkan menimbang posisi pusat kota ibu kota kabupaten pemekaran tersebut yang hanya berjarak sekitar 4 kilometer dari Laut Jawa. Saat pasang, air laut naik lewat Sungai Seruyan dan menggenangi kawasan rawa di pusat kota Kuala Pembuang.
”Solusi yang kami tawarkan, perlu dibangun kanal-kanal sehingga luapan air pasang tidak meluber ke mana-mana, melainkan fokus tersalur di kanal tersebut. Air itu kemudian keluar lagi ketika surut,” ungkapnya.
Lain lagi konsep tata ruang untuk Kuala Kurun, ibu kota Kabupaten Gunung Mas, dan Nanga Bulik, ibu kota Kabupaten Lamandau. Wijanarka mengusulkan agar pembangunan permukiman di kedua kawasan itu jangan sampai merusak sungai dan kelestarian hutan.
Untuk dua ibu kota kabupaten yang berada di kawasan pedalaman dan jauh dari pesisir itu dia mengusulkan konsep yang dinamai Jungleriverpolitan, yakni kawasan yang memadukan secara serasi hutan, sungai, dan permukiman.
Sesuai kompetensinya sebagai arsitek, ia telah berusaha membuatkan rancangan yang berwawasan lingkungan. Namun, Wijanarka menyadari, dipakai atau tidaknya rancangan tersebut tergantung banyak pihak, terutama komitmen dari pemerintah daerah setempat.
Salah satu upaya yang dia lakukan agar rancangan berwawasan lingkungan bisa terwujud adalah dengan menulis artikel terkait hal tersebut di media cetak. Selain menulis di koran, karangan ilmiah dan beberapa tulisan Wijanarka juga bisa dibaca dalam jurnal ilmiah lokal dan nasional.
Menulis buku
Di samping itu, Wijanarka juga menulis buku. Ia telah menghasilkan dua buku, yakni Sukarno dan Desain Rencana Ibu Kota RI di Palangkaraya dan Semarang Tempo Dulu, Teori Desain Kawasan Bersejarah. Kedua buku karyanya itu diterbitkan oleh penerbit Ombak, Yogyakarta.
Ketertarikan Wijanarka menulis buku yang pertama terinspirasi oleh presiden pertama RI Soekarno yang juga seorang perencana kota. Soekarno-lah yang menciptakan desain Kota Palangkaraya.
Pengimplementasian ide Soekarno di Palangkaraya sebenarnya dimungkinkan karena pada saat itu Palangkaraya memang baru dibangun dengan membuka hutan. Ini berbeda kondisinya jika ide tersebut diterapkan pada rencana induk pendahuluan Kota Jakarta, yang pada 1956-1957 struktur kotanya sudah terbentuk.
Sayang, rencana itu tidak terwujud karena beberapa alasan politis dan sulitnya penyediaan bahan material waktu itu.
”Saya membuat buku ini (Sukarno dan Desain Rencana Ibu Kota RI di Palangkaraya), harapannya, dengan mengingat kondisi Jakarta seperti sekarang akan muncul wacana pemindahan ibu kota. Orang akan teringat bahwa di masa lalu Palangkaraya pernah direncanakan sebagai ibu kota Indonesia,” katanya.
Bagaimanapun, lanjut Wijanarka, setiap perkembangan kota itu seharusnya berwawasan lingkungan. Karena itulah ia menekankan pentingnya konsistensi tata ruang.
Para pejabat kota boleh datang dan pergi, silih berganti, tetapi tata ruang kota seperti kawasan hijau yang sejak awal sudah ditetapkan jangan semakin menyempit, bahkan hilang. Kalau itu terjadi, tak hanya lingkungan yang hancur, tetapi kota itu pun akan kehilangan kemanusiawiannya.

0 komentar:

Posting Komentar

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More